Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perambahan Hutan Kian Mengkhawatirkan

Kompas.com - 07/05/2012, 03:07 WIB

Mesuji, Kompas - Perambahan hutan di kawasan hutan Register 45 Mesuji kian meningkat, menyusul tidak terselesaikannya konflik tanah di daerah ini. Bahkan, akhir-akhir ini, di kawasan hutan negara ini muncul aktivitas perindustrian kayu ilegal.

Kondisi ini ditemukan Kompas saat menelusuri kawasan Register 45 Mesuji, Lampung, Sabtu (5/5) hingga Minggu (6/5). Selain intensitas perambahan yang semakin tinggi, perambah baru kini makin berani membangun rumah semipermanen yang terbuat dari kayu dan papan di sejumlah kawasan, antara lain Sungai Buaya, Tugu Roda, Pelita Jaya, dan Brabasan.

Mereka menebangi pohon-pohon albasia, yang ditanam PT Silva Inhutani Lampung (SIL), untuk dijadikan bahan material rumah. Sebagian kawasan Register 45 Mesuji, yang pada pertengahan tahun 2011 telah digusur, kini menjadi permukiman baru. Mereka mengklaim tanah itu milik warga adat.

Muhadi (30), warga perambah, mengatakan, empat bulan terakhir, ia telah berani menanam kembali singkong di atas lahan Register 45 Mesuji.

Di wilayah Brabasan, yang masih di kawasan hutan Register 45 Mesuji, terlihat jelas para perambah yang terorganisasi rutin membakar dan menebangi tanaman albasia atau sengon berumur 3-5 tahun. Di kawasan itu terdapat mesin pengolah kayu. Kayu-kayu yang berbentuk balok itu lalu disimpan di gubuk. Sebagian dijual Rp 600.000-Rp 700.000 per meter kubik.

Daniel, juru bicara manajemen PT SIL, mengakui maraknya perambahan dan aktivitas ilegal industri kayu di dalam Register 45 Mesuji, yang merugikan PT SIL hingga ratusan miliar rupiah. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa.

Data dari tim terpadu penertiban Register 45 Mesuji yang telah dibubarkan, jumlah perambah baru di hutan itu mencapai 7.800 orang. Jumlah ini meningkat semenjak mencuatnya sorotan terkait konflik Mesuji, akhir tahun lalu.

Di Jambi, anggota Dewan Kehutanan Nasional, Martua Sirait, mengatakan, konflik di sekitar kawasan hutan di sejumlah daerah minim penyelesaian. Pemerintah perlu secepatnya memberi kepastian hukum serta prioritas pengelolaan hutan bagi masyarakat agar konflik terkendali.

Menurut Sirait, konflik terjadi pada 33.000 desa di sekitar hutan atau sepertiga dari jumlah desa di negeri ini. Hampir semua dari konflik tersebut belum selesai hingga kini. ”Masyarakat membutuhkan adanya kepastian,” ujarnya, Sabtu lalu. (JON/ITA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com