JAKBI, KOMPAS.com — Skema perdagangan karbon masih cenderung mengurusi kepentingan negara dan korporasi. Padahal, masyarakat lokal dan adat punya potensi besar dalam menjaga hutan sebagai upaya suksesi perdagangan karbon itu sendiri.
Direktur Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Rudi Syaf mengatakan, peran serta kelompok-kelompok masyarakat adat dan lokal sangat kuat dalam menjaga hutan. Pemerintah semestinya dapat memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingan perdagangan karbon.
Menurut Rudi, inisiatif di tingkat lokal mengukur serapan karbon dalam hutan di sekitar mereka sudah berlangsung pada sejumlah kawasan. Sebagai contoh, penghitungan serapan karbon di Desa Guguk, Sungai Manau, Merangin, Jambi, sudah sejak tahun 2009. Masyarakat masih selalu menjaga dan mengelola hutan adat mereka, Bukit Tapanggang, seluas 690 hektar.
Sayangnya, pemerintah belum mengatur skema perdagangan karbon secara jelas serta memudahkan bagi komunitas adat dan lokal. "Masyarakat menunggu skema perdagangan karbon bagi komunitas-komunitas lokal," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.