Sungai Raya, Kompas -
Warga Desa Seruat Dua yang ditemui, Kamis (26/4), mengungkapkan, sudah menolak masuknya perusahaan kelapa sawit itu sejak 2008. Namun, penggusuran hutan adat masih terus berlangsung. ”Lahan di desa, termasuk hutan adat itu memang tidak dilengkapi surat tanah karena kami tidak pernah terlibat sengketa antarwarga atau pihak lain. Namun, tiba-tiba hutan adat kami dibabat oleh perusahaan dan ditanami bibit kelapa sawit,” kata Dolim (41), warga setempat.
Manajer PT Sintang Raya Jhony membantah pernyataan warga. ”Kami perusahaan resmi, bukan perampok. Kami membuka lahan sesuai izin yang kami peroleh. (Warga yang mengeluh) itu biasanya oknum yang mencari keuntungan pribadi,” kata Jhony melalui pesan singkat.
Keberatan dan penolakan warga atas penyerobotan lahan dilakukan warga Desa Olak Olak, Pelita Jaya, dan Penggalang, Kecamatan Kubu, pada 2011. Warga ketiga desa mengklaim, ada 1.436 hektar lahan bersertifikat atau surat tanah milik masyarakat yang diserobot oleh PT Sintang Raya (
Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan mengatakan, PT Sintang Raya belum bangun plasma 20 persen dari HGU seluas 11.000 hektar sesuai syarat perkebunan. Izin lokasi terbit sebelum Kubu Raya dimekarkan dari Kabupaten Pontianak. ”Surat perpanjangan izin lokasi juga cacat hukum karena ditandatangani Wakil Bupati Pontianak. Padahal, perpanjangan izin lokasi itu kewenangan bupati,” kata Muda.(Aha)