Kutai Kartanegara, Kompas -
”Pemerintah memang membutuhkan jalan tol, tapi kami juga mesti mengikuti mekanisme dan tata caranya. Kalaupun gubernur bilang setuju, dan saya bilang setuju, itu belum final. DPR yang nanti menentukan,” kata Zulkifli, Minggu (22/4), di Kutai Kartanegara, dalam acara pelepasliaran orangutan.
Dia mengaku tidak memiliki wewenang untuk memberi keputusan terkait pemakaian sebagian areal Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto. Termasuk tidak berwenang memberikan anjuran pembangunan jalan layang sebagai alternatif solusi.
Tim terpadu yang diketuai Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga akan memberikan rekomendasi jalan tol itu. Jika tim menyebut ada kerusakan lingkungan yang mungkin disebabkan oleh pembangunan jalan tol, pihaknya tentu melarang pembangunan.
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tetap optimistis
Sikap Menhut dinilai mengambang oleh para aktivis lingkungan di Kaltim. Dalam tiga kesempatan sebelumnya kala berkunjung ke Kaltim, Zulkifli pun juga menegaskan, tak pernah dalam posisi menghalangi proyek jalan tol Balikpapan-Samarinda.
Proyek jalan tol Balikpapan-Samarinda yang menelan investasi Rp 6,2 triliun ini, menuai kritik dari para pemerhati lingkungan. Sebab, jalan tol akan melintas di dua kawasan konservasi, yakni sejauh 8 km di Hutan Lindung Sungai Manggar dan 24 km di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto.
Jika sebagian Tahura dapat diperuntukkan sebagai jalan tol, statusnya mesti diturunkan jadi areal penggunaan lain. Area hutan Manggar, statusnya harus berupa izin pinjam pakai kawasan. Tim Terpadu Tata Ruang dan Wilayah Kaltim sudah mencantumkan itu dalam revisi rencana tata ruang dan wilayah. Alih status jadi sedikit rumit adalah proses di Tahura, karena harus melalui persetujuan DPR.