Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengoplosan Premium dan Pertamax Tidak Punya Dasar Hukum

Kompas.com - 04/04/2012, 20:32 WIB
Evy Rachmawati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Gagasan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo agar PT Pertamina memproduksi premix, campuran Premium dan Pertamax, sulit diwujudkan. Hal ini disebabkan sampai saat ini belum ada dasar hukum yang melandasi pembuatan produk premix tersebut.  

Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Pertamina (Persero) Mochamad Harun menjelaskan, pengoplosan Premium dan Pertamax perlu dasar hukum lantaran ada unsur subsidinya. Pengoplosan itu juga dikhawatirkan akan mempersulit penghitungan biaya produksi bahan bakar minyak (BBM) tersebut maupun proses audit biaya produksi BBM yang biasanya dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan.  

Harga keekonomian BBM dengan angka oktan 90, kata Harun, hanya selisih Rp 200 dengan harga keekonomian Pertamax yang angka oktannya 92. Hal ini berarti perbedaan harganya masih tinggi dibandingkan Premium. "Memang saat ini harga Premium yang sebesar Rp 4.500 per liter terlalu murah dibandingkan produk sejenis di pasaran," ujar Harun, Rabu (4/4/2012) di Jakarta.

Menurut dia, kalau mau menurunkan harga Pertamax, lebih baik jika pajaknya dikurangi. Saat ini Pertamax dikenai pajak pertambahan nilai 10 persen dan pajak bahan bakar atas kendaraan bermotor 5 persen. Cara lain adalah, konsumen dapat mencampur sendiri Premium dan Pertamax untuk memperoleh angka oktan 90.  

Widjajono mengemukakan produk premix, yakni campuran Premium dan Pertamax, dengan angka oktan 90. Penetapan harga premix bisa diambil dengan cara membagi dua harga Premium ditambah dengan harga Pertamax saat ini, sehingga diperoleh angka Rp 7.350 per liter. Hal ini diharapkan dapat menarik minat pengguna Premium untuk berpindah ke premix, sehingga terjadi penghematan konsumsi Premium.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com