JEPARA, KOMPAS.com- Ulat sutra menggeliatkan perekonomian masyarakat Desa Damarwulan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Masyarakat mengembangkan ulat itu di kawasan hutan rakyat di bawah tanaman tegakan.
Ketua Kelompok Tani Langgeng Makmur, Masruri (30), Kamis (26/1/2012), mengatakan, ternak ulat sutra dikembangkan sejak 2007 di lahan tegakan seluas 15 hektar. Media pembudidayaan ulat sutra itu adalah tanaman murbei.
Setiap 36-40 hari, warga mampu memproduksi benang sutra 2,5-4 kilogram. Benang itu dijual kepada sejumlah perajin tenun di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Jepara. Harga benang Rp 350.000 per kg.
"Namun setiap musim hujan, kami berhenti produksi, karena ulat sutra biasanya tidak menghasilkan serat sutra yang berkualitas," kata Masruri.
Selain ulat sutra, masyarakat Desa Damarwulan membudidayakan kopi, empon-empon, dan kakao. Setiap tahun, masing-masing tanaman itu bisa dipanen saling bergantian.
Desa Damarwulan berada di kawasan daerah aliran sungai (DAS) Gelis, Jepara. Desa itu merupakan desa kelima yang dikunjungi tim Jelajah DAS Pegunungan Muria. Tim terdiri dari Forum DAS Muria, Balai Pengelolaan Pemali-Jratun, perwakilan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Kudus, Pati, dan Jepara.
"Rehabilitasi kawasan DAS di Pegunungan Muria bisa menerapkan sistem agro forestry atau tumpang sari wanatani. Selain untuk mengonservasi kawasan DAS, masyarakat sekitar juga bisa meningkatkan perekonomiannya," kata Kepala Seksi Kelembagaan Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun Hadiyati Utami.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.