Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanamlah Mangrove, Rob Pun Terbendung...

Kompas.com - 06/01/2012, 02:42 WIB

MOHAMMAD HILMI FAIQ

Tinggal di daerah yang dikelilingi sungai di pesisir Selat Malaka membuat warga Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, menjadi langganan rendaman rob. Itu terjadi sejak 25 tahun silam sejak hutan mangrove beralih fungsi. Sekarang mereka sadar, dengan menanam mangrove, luapan pasang air laut dapat dibendung.

Belasan ibu setengah baya menggulung celana dan lengan bajunya. Mereka lantas mencebur ke Sungai Pantai Belawan sembari menenteng bibit mangrove (bakau), Jumat (16/12). Langkah mereka tertatih lantaran setengah betisnya terbenam di lumpur sungai. Satu jam kemudian, 300 bibit bakau tertanam rapi di sungai yang bermuara ke Selat Malaka itu.

Inilah sekilas gambaran kesadaran warga Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Medan, Sumatera Utara, terhadap pentingnya hutan mangrove sebagai benteng alam. Mereka bosan dengan terpaan gelombang laut yang menggerogoti fondasi rumah, menghancurkan dinding sungai, dan merendam jalanan. ”Air laut menjadi ancaman serius. Karenanya, kami harus membentengi diri,” ujar Mardiyah (40), warga setempat.

Kelurahan Belawan Sicanang berada di tepi Selat Malaka. Kelurahan seluas 1.510 hektar ini dikelilingi Sungai Pantai Belawan, Sungai Polu Halia, Sungai Belawan, dan anak Sungai Pantai Belawan. Sungai dan anak sungai tersebut bermuara ke Selat Malaka.

Alih fungsi lahan

Dulunya, Belawan Sicanang merupakan wilayah paling asri di Kecamatan Belawan. Itu setidaknya ditandai dengan hamparan hutan mangrove seluas 600 hektar. Namun, warga merusaknya dengan mengubah hutan mangrove tadi menjadi permukiman dan tambak.

Puncak pembabatan hutan terjadi pada tahun 1980-an. Kala itu, warga tak menyadari bahwa membabat hutan mangrove sama dengan mengundang bahaya. Mereka hanya berpikir pembabatan mangrove bisa meningkatkan kesejahteraan lantaran hasil tambak meningkat.

Akibatnya, saat air laut pasang, air sungai pun pasang sehingga kerap kali meluap dan merendam rumah-rumah warga. Itu luapan air laut tak terkendali lagi karena tak ada lagi penyerap alami: hutan mangrove. Sebelum tahun 1980-an, rob datang lima tahun sekali, sekarang hampir sebulan sekali rob merendam kelurahan yang dihuni 14,696 jiwa ini. Sekali terendam bisa sampai delapan jam.

Seiring lesunya hasil usaha tambak dan meningkatnya rob, warga kembali meyakini, membabat mangrove hanya mengundang bencana. Tahun 2007, Yayasan Gajah Sumatera (Yagasu) bersama aktivis lingkungan Dadang Muhajirin mengimbau warga agar kembali menghutankan sekeliling permukiman dengan bibit mangrove. Mereka meyakinkan warga bahwa hutan mangrove dapat membentengi permukiman dari terjangan air laut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com