Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahasa Daerah di Papua Barat Terancam Punah

Kompas.com - 13/12/2011, 21:14 WIB
Timbuktu Harthana

Penulis

MANOKWARI, KOMPAS.com - Eksistensi bahasa daerah di Papua Barat terancam punah, karena penggunanya semakin sedikit. Setidaknya 10 bahasa daerah yang tersebar di 14 suku besar di provinsi itu terancam punah, jika tidak segera didokumentasikan dan dilestarikan.

Kepala Pusat Penelitian Bahasa dan Budaya Universitas Negeri Papua (Unipa), Andreas Deda, Selasa (13/12/2011), di Manokwari, menyebutkan, ada sekitar 50 bahasa daerah di 11 kabupaten/kota di Papua Barat. Namun, yang aktif digunakan oleh masyarakat tak lebih dari 40 bahasa. Sementara 10 bahasa sisanya, berstatus bahasa mati, hampir punah, dan terancam punah.

"Bahasa mati itu maksudnya bahasanya ada dan masyarakat tahu, tapi tidak ada menggunakannya. Sementara bahasa yang punah, tidak pernah dipakai karena tidak ada penggunanya," kata Andreas.

Bahasa daerah yang sudah terancam punah di antaranya bahasa dusner dan tandia di Kabupaten Teluk Wondama. lalu, bahasa ireres dan mansim di Kabupaten Manokwari, dan bahasa iha di Fakfak.

Bahasa-bahasa itu hanya digunakan segelintir orang, terutama warga yang sudah tua. Seperti bahasa dusner, kini bahasa itu hanya dikuasai dan dimengerti oleh tiga orang yang tinggal di lokasi yang berjauhan. Usia mereka pun di atas 70 tahun.

Rektor Unipa, Suriel Mofu, menambahkan, setiap tahunnya satu bahasa daerah diperkirakan punah akibat tidak terdokumentasikan dan dilestarikan. Padahal bahasa daerah adalah identitas rakyat Papua, yang telah tercantum dalam Undang-undang Otonomi Khusus.

"Jika tidak didokumentasikan bahasa akan mati dengan sendirinya," kata Mofu.

Ancaman kepunahan ini akibat masalah ekonomi, pendidikan, dan politik. Masyarakat asli Papua yang bertransaksi di pasar harus memakai bahasa Indonesia, karena pembeli atau penjualnya adalah para pendatang. Keharusan anak-anak menggunakan bahasa Indonesia dan ketidakpahaman guru-guru di sekolah tentang bahasa daerah, membuat anak-anak jarang dan lupa berkomunikasi dengan bahasa ibunya.

Penyebab lainnya adalah bencana alam dan konflik antarsuku, yang mengakibatkan perpindahan satu suku ke tempat baru yang menggunakan bahasa berbeda.

Lemahnya dokumentasi bahasa dan karya sastra bahasa di Papua, memicu pudarnya penggunaan dan pengenalan bahasa kepada generasi berikutnya. Tanpa masyarakat Papua sadari, kepedulian mereka melestarikan bahasa daerahnya relatif rendah karena bahasa daerah dianggap tidak penting dalam kegiatan pendidikan, ekonomi, dan politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com