Muaro Jambi, Kompas -
Direktur Pertanahan dan Kawasan Kementerian Dalam Negeri, Rizari, mengatakan, pemerintah tidak dapat menyalahkan pengusaha batubara yang telah memperoleh izin beroperasi di sejumlah tempat yang terdapat candi atau menapo (tumpukan bata berstruktur candi).
Pasalnya, keberadaan percandian sebagai sebuah situs belum terlindungi secara hukum. Dari sekitar 2.000 hektar kawasan purbakala itu, hanya sejumlah candi dalam keluasan 23 hektar yang telah ditetapkan pemerintah sebagai cagar budaya, antara lain Candi Gumpung, Candi Tinggi, dan Candi Teluk.
Karena itu, pihaknya akan berupaya menyelamatkan sejumlah candi dan menapo yang berada dalam lokasi industri tersebut. ”Kami akan duduk bersama mencarikan jalan keluar,” tuturnya, saat menyaksikan keberadaan industri penimbunan batubara dalam situs.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Bappeda Provinsi Jambi, Donny Iskandar, membenarkan bahwa selama ini belum ada penataan ruang di kawasan percandian tersebut sebagai situs yang wajib dilindungi. ”Selama ini hanya beberapa candi yang dilindungi secara hukum sebagai cagar budaya. Padahal di Muaro Jambi ini ada begitu banyak peninggalan,” tuturnya.
Ia melanjutkan, rencana penataan ruang Situs Muaro Jambi diusulkan Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi untuk masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi tahun 2012 seluas 2.300 hektar.
Juru bicara Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, Agus Widiatmoko, mengatakan, Situs Muaro Jambi merupakan kompleks percandian terluas di Sumatera yang telah masuk daftar tentatif warisan budaya dunia UNESCO. Namun, ancaman kerusakan membayangi kompleks seluas 2.600 hektar ini oleh aktivitas industri penimbunan batubara.