Deputi Pemetaan Dasar Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Puntodewo di Jakarta, Senin (17/10), di sela-sela acara pameran ”Geospasial untuk Negeri” mengatakan, patok-patok di Tanjung Datu, Kalimantan Barat, sejak ditetapkan lokasinya pada 1974 dan disepakati posisinya lewat nota kesepahaman kemudian, belum pernah ditinjau oleh kedua belah pihak. Karena itu, akibat munculnya kasus sengketa di segmen itu, peninjauan ke
Kesepakatan itu menyangkut koordinat patok-patok di wilayah tersebut. Hingga saat ini masih ada sembilan titik perbatasan Indonesia-Malaysia yang belum disepakati. Namun, Indonesia secara sepihak juga tidak menerima batas wilayah di Tanjung Datu.
Kesepakatan tahun 1976 itu menyangkut penetapan titik koordinat untuk patok-patok di wilayah itu. Karena itu, sengketa yang muncul atas batas wilayah ini berpangkal pada salah persepsi.
Puntodewo menjelaskan, kesepakatan itu bersifat teknis dan mengikat karena telah ditandatangani kedua belah pihak.
Patok utama dilengkapi patok referensi. Bila patok utama itu digeser atau mengalami kerusakan, dapat diluruskan dan diganti baru dengan mengacu pada patok referensi. Koordinat setiap patok itu telah dibuat deskripsinya dan didistribusikan kepada instansi terkait, seperti Dinas Topografi TNI Angkatan Darat.
Isu pergeseran patok perbatasan itu tidak menjadi ”berita panas” di Malaysia. Sejumlah masyarakat negeri itu meyakini, tidak ada masalah di perbatasan. Isu itu hanya diembuskan untuk kepentingan politik.
Hal itu terungkap dalam diskusi saat kunjungan beberapa wartawan dari Jakarta, termasuk wartawan Kompas
Datuk Mior Kamarul Shahid menjelaskan, isu pencaplokan wilayah perbatasan itu memang sempat beberapa kali diberitakan media-media di Malaysia, termasuk koran Berita Harian. Namun, wacana itu tidak berkembang menjadi isu besar
Menteri Pertahanan Malaysia Dato’ Seri Ahmad Zahid Hamidi dalam jumpa pers terkait perbatasan di Jakarta, kemarin, mengatakan, tidak ada pelanggaran batas atau pemindahan patok batas.