Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempelai Kenakan Pakaian Warisan Sultan HB VII

Kompas.com - 13/10/2011, 22:14 WIB
Aloysius Budi Kurniawan

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Putri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara, dan pasangannya, Achmad Ubaidillah alias Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara, akan mengenakan perhiasan warisan Sultan Hamengku Buwono VII pada upacara adat panggih serta resepsi pernikahan, Selasa (18/10/2011).

Kedua mempelai juga akan memakai kain batik bermotif semen rojo yang merupakan warisan turun-temurun Keraton Yogyakarta. Seluruh ritual dalam pernikahan ini akan dijalankan sesuai pakem atau tata aturan warisan keraton.

Dua hari sebelum rangkaian ritual pernikahan dimulai, seluruh perhiasan dan busana pengantin telah siap. Bahkan, sebanyak 18 perias yang dipimpin perias pengantin tradisional kondang, Tienuk Riefki, telah hadir di Keraton Kilen, Yogyakarta.

"Kedua pengantin akan mengenakan perhiasan keraton yang menjadi warisan turun-temurun sejak zaman Sultan HB VII. Ini merupakan perhiasan keramat Keraton Yogyakarta. Pakaian keduanya dirancang persis dengan model pakaian pernikahan keraton di era Sultan HB VII," kata Tienuk, saat mempersiapkan perlengkapan baju dan rias pengantin, Kamis (13/10/2011) di Keraton Kilen, Yogyakarta.

Dalam upacara adat panggih, kirab, dan resepsi, pengantin putri akan mengenakan perhiasan keramat keraton yang dinamakan rojo keputren, mulai dari cundhuk menthul, pethat gunungan, penthung, subang royok, sangsangan sungsum, gelang kono, dan slepe. pengantin putra akan menggunakan sumping ron mangkoro, pethat menthul satu, dan karset.

"Sejak awal, GKR Bendara menginginkan upacara pernikahan dilakukan sesuai adat keraton yang dahulu dilakukan. Upacara yang dipilih akhirnya tata upacara adat keraton pada zaman Sultan HB VII karena dokumentasi ritual serta perlengkapan pernikahan pada periode ini masih ada," kata Tienuk.

Mulai 16 Oktober sampai 19 Oktober 2011, ritual pernikahan akan dimulai dengan upacara nyantri (16 Oktober), kemudian siraman (17 Oktober), lalu akad nikah, upacara panggih, kirab pengantin, dan resepsi (18 Oktober), kemudian terakhir upacara pamitan (19 Oktober).

Dari berbagai upacara itu, upacara yang dikhususkan bagi masyarakat umum Yogyakarta adalah kirab pengantin dari Keraton Yogyakarta menuju Kepatihan (Kantor Gubernur DIY).

Kirab pengantin yang awalnya direncanakan menggunakan Kyai Jatayu, akhirnya diganti menggunakan Kyai Jong Wiyat. Bentuk kereta Kyai Jong Wiyat yang lebih terbuka, memudahkan masyarakat umum untuk melihat langsung kedua pengantin dibandingkan dengan kereta Kyai Jatayu yang agak tertutup.

Selama ritual pernikahan, kedua mempelai akan dirias dengan berbagai macam model, antara lain tata rias pengantin Yogyakarta paes ageng (saat upacara panggih), tata rias paes ageng jangan menir dengan kebaya warna merah maron (saat kirab), dan tata rias pengantin Yogyakarta paes ageng jangan menir dengan kebaya warna hitam blenggen burdiran (saat resepsi). Pada saat resepsi, pengantin pria akan mengenakan busana sikepan burdiran warna hitam.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com