Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Toba yang Jauh dari Ingatan

Kompas.com - 13/10/2011, 12:54 WIB
Bambang Setiawan

KOMPAS - Letusan gunung api Toba, sekitar 74.000 tahun lalu, bagi masyarakat di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara, lebih merupakan kisah masa lalu yang dibawa secara tiba-tiba ke hadapan mereka dalam bentuk teori letusan. Terasa asing, karena bagi mereka, Danau Toba lebih merupakan berkah alam yang harus dijaga kelestariannya, bukan ditakuti.

Tiadanya aktivitas Gunung Toba, setelah letusan terakhir puluhan ribu tahun lalu, menjadikan wilayah ini relatif aman dihuni. Masyarakat umumnya tidak khawatir akan tertimpa bencana meskipun hidup di atas sumbu Bumi yang pernah meledak hebat.

Kendati tetangganya, Gunung Sinabung, pernah meletus pada tahun 2010, tetapi kondisi ini tidak mengubah persepsi masyarakat di Toba. Tradisi dan upacara pemujaan yang dilakukan pun, umumnya lebih menggambarkan doa-doa memohon keselamatan dari bencana gagal panen, banjir, longsor, atau penyakit, tetapi tidak secara khusus mengaitkannya dengan bahaya aktivitas gunung api.

Bagi mereka, khususnya warga di Pulau Samosir dan sekitarnya, apa yang dalam kajian geologi disebut sebagai Gunung Toba, sekarang adalah tempat berpijak yang nyaman. ”Bagi kami, Toba adalah surga,” kata Bernath Nainggolan (40), warga Samosir.

Gunung api aktif terdekat yang mereka kenal adalah Pusuk Buhit di dekat Pangururan, ibu kota Kabupaten Samosir, yang belum pernah mengirim petaka kepada masyarakat. Hubungan masyarakat sekitar dengan Gunung Pusuk Buhit merupakan hubungan mitologis bernuansa sejarah. Gunung Pusuk Buhit dipercaya masyarakat sekitar Danau Toba sebagai gunung sakral, yang mampu memberikan perlindungan dan berkah bagi mereka yang mengunjungi dan melantunkan doa di sana.

Namun, sebagai daerah yang berada di zona sesar gempa, sebetulnya daerah sekitar Gunung Pusuk Buhit dan Danau Toba cukup berbahaya. Menurut data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Samosir, wilayah paling rawan gempa terdapat di Kecamatan Harian dan Sitio-Tio.

Di Kecamatan Harian, luas cakupan rawan gempa meliputi wilayah seluas 1.771 hektar, sedangkan di Kecamatan Sitio-Tio seluas 1.600 hektar. Meskipun dinyatakan berbahaya, sejauh ini persiapan masyarakat dalam menghadapi bencana gempa nyaris tidak terlihat.

Tidak siap

Kesiapan pemerintah daerah dalam mengatasi bencana, baik letusan gunung api, gempa tektonik, maupun bencana lainnya, menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara Ahmad Hidayat, belum didukung perangkat memadai, termasuk payung hukum berupa peraturan daerah.

Bahkan, di Gunung Sinabung, diakui Hidayat, baru ada seismograf untuk mengukur aktivitas gunung berapi, tetapi belum tersedia peralatan yang memadai untuk peringatan dini, seperti sirene, atau sejenisnya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com