Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serbuan Kebun Sawit Perparah Kekeringan

Kompas.com - 18/09/2011, 19:08 WIB

BANDA ACEH, KOMPAS.com — Kekeringan dan kebakaran hutan yang kini kerap melanda kawasan hutan rawa di Aceh bagian barat bukan semata dampak pemanasan global. Alih fungsi lahan hutan rawa gambut menjadi perkebunan sawit dalam beberapa tahun terakhir menjadi penyebab utamanya.

Kebun sawit mematikan sumber-sumber air warga serta meningkatkan tingkat kekritisan lahan.

Sawit adalah tanaman monokultur yang sangat rakus air. Ironisnya, tanaman-tanaman itu yang kini mengubah hampir seluruh lahan hutan rawa payau di kawasan Tripa dan Singkil. ”Kawasan rawa Tripa sekarang ini seperti bukan hutan lagi, tapi kebun sawit semua,” ujar Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh TM Zulfikar, Minggu (18/9/2011) di Banda Aceh.

Alih fungsi lahan tersebut terjadi akibat terus dilakukannya pemberian hak guna usaha (HGU) kepada perusahaan-perusahaan perkebunan oleh pemerintah di kawasan hutan rawa itu.

Di kawasan Rawa Tripa sendiri terdapat lima perusahaan sawit yang menguasai lebih dari 90 persen perkebunan sawit. Akibatnya, dari sekitar 60.800 hektar lahan hutan rawan itu, kini tinggal sekitar 20.000 hektar yang tersisa sebagai hutan. Selebihnya beralih menjadi perkebunan sawit dan lahan-lahan kritis.

Alih fungsi itu pun mematikan fungsi alami lahan gambut tersebut, khususnya sebagai penyimpan air. Pada musim hujan, kawasan sekitar Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya, selalu dilanda banjir. Sebaliknya, pada musim kemarau seperti ini kekeringan selalu terjadi.

”Kami berulang kali sudah mendesak agar penerbitan HGU itu dihentikan dan dicabut. Namun, kenyataannya, sampai sekarang perusahaan-perusahaan itu tetap beroperasi dan meluaskan lahannya,” tutur Zulfikar.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk mengatur persoalan penggunaan lahan hutan tersebut sampai sekarang belum terealisasi. RTRW tersebut diharapkan memasukkan kawasan rawa gambut di pesisir Aceh sebagai kawasan hutan lindung. Dengan demikian, ada dasar kuat untuk menghentikan alih fungsi lahan yang tak semestinya tersebut.

Secara terpisah, Camat Tripa Makmur Abdul Kadir mengemukakan, kekeringan di sekitar kawasan Tripa dari waktu ke waktu semakin mengancam warga. Air bersih adalah persoalan yang paling krusial akibat kekeringan itu.

”Di satu kecamatan ini hanya ada delapan sumur. Itu pun airnya kalau waktu musim kemarau sedikit. Warga hanya bisa mengandalkan air sungai untuk semua kebutuhan,” kata Kadir.

Ironisnya, debit air sungai-sungai di sekitar kawasan Tripa pada musim kemarau jauh menyusut dibandingkan pada musim kemarau tahun-tahun sebelumnya. Air sungai sebagian dialirkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan untuk mengaliri kebun sawit mereka yang kian meluas.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com