PAMEKASAN, KOMPAS
Menurut Suli Faris, pedagang tembakau di Pamekasan, Senin (11/7), kualitas tembakau saat ini sangat bagus. Sebenarnya pabrik belum melakukan pembelian, tetapi pedagang sudah mulai turun ke petani karena sudah banyak petani yang panen.
”Cuaca sangat cocok buat tanaman tembakau sehingga masih banyak petani yang mulai menanam,” katanya.
Meski masih ada petani yang menanam tembakau, luas areal tanam berkurang hingga 50 persen. Petani tembakau di Pamekasan mulai beralih ke tanaman lain atau bahkan beternak karena tiga tahun terakhir merugi akibat cuaca ekstrem.
Menurut Ahmad Rida’i, petani tembakau di Pamekasan, cuaca yang ekstrem membuat tanaman tembakau rusak karena diserang ulat. ”Kerugian yang begitu besar dan berulang kali mendorong petani untuk beralih ke tanaman lain,” tuturnya.
Petani di sentra tembakau, seperti di Jember, Probolinggo, dan Lumajang, juga cemas karena beberapa kali turun hujan dengan tingkat curah yang agak deras. Hal itu bisa merusak tanaman tembakau.
Pada tahun 2009 dan 2010, petani tembakau merugi besar karena cuaca ekstrem berupa curah hujan yang tinggi. Tahun 2011 ini mereka memperkirakan cuaca cukup bagus sehingga berani menanam tembakau lagi.
”Tiga minggu lagi tembakau saya ini bisa dipetik. Namun, kalau hujan terus, tanaman kami bisa rusak. Tentu saja harganya jadi merosot,” ujar Abdul Aziz, petani asal Bangsalsari, Jember.
Hal serupa diakui Rohmat, petani asal Yosowilangun, Kabupaten Lumajang. ”Kalau hujan terus turun, tembakau saya bisa rusak. Padahal, biaya produksi tanam tembakau itu besar, sampai Rp 8 juta per hektar. Bandingkan dengan padi yang hanya sekitar Rp 3 juta per hektar,” ujarnya.
Di Jombang, puluhan hektar tanaman tembakau di Desa Kauman, Kecamatan Kabuh, dan Desa Sidokaton, Kecamatan Kudu, hancur oleh hujan deras yang terjadi awal Juli lalu. Petani terpaksa memulai tanam kembali.
”Saya perkirakan luas areal tanaman tembakau yang hancur lebih dari 40 hektar,” kata Poniman (47), petani asal Desa Kauman, Kecamatan Kabuh, Selasa (12/7).