Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Tak Menentu, Bawang Diserang Ulat

Kompas.com - 10/06/2011, 21:48 WIB

TEGAL, KOMPAS.com - Ulat grayak menyerang tanaman bawang merah pada sejumlah wilayah di Kota dan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Munculnya ulat-ulat tersebut akibat dampak cuaca yang tidak menentu. Serangan ulat dialami pada petani di wilayah Kelurahan Kalinyamat Kulon, Kecamatan Margadana, Kota Tegal, serta petani di Desa Dukuhturi, Desa Sidakaton, dan Sidapurna, Kabupaten Tegal.

Serangan ulat mengakibatkan petani bawang merah merugi, karena produktivitas tanaman turun hingga 60 persen. Selain itu, hama krupak atau layu fusarium juga menyerang tanaman cabai, antara lain di Kelurahan Kalinyamat Kulon, serta sebagian wilayah di kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal.

Trisno (50), petani di Kelurahan Kalinyamat Kulon, yang ditemui sedang memanen bawang merah, Jumat (10/6/2011) mengatakan, ulat grayak memakan daun bawang hingga rusak. Akibatnya, pertumbuhan umbi bawang tidak maksimal, sehingga produktifitas yang dihasilkan rendah.

Pada panen kali ini, ia mengaku mengalami penurunan produktifitas hingga 60 persen, bila dibandingkan kondisi normal. Dalam kondisi normal, dari lahan seluas 7.800 meter persegi, biasanya dihasilkan sekitar delapan ton bawang merah kering. Namun saat ini, dari lahan yang sama hanya dihasilkan sekitar 3,2 ton bawang merah kering.

Kondisi tersebut, lanjutnya, mengakibatkan petani rugi. Untuk mengolah tanaman bawang merah pada lahan seluas 7.800 meter persegi, ia mengaku menghabiskan biaya sedikitnya Rp 35 juta.

Biaya tenaga kerja dirinya selama dua bulan (satu masa tanam bawang merah), serta biaya tenaga panen belum dihitung. Dengan harga bawang merah saat ini Rp 12.000 per kilogram, ia hanya mendapatkan hasil penjualan bawang Rp 38,4 juta.

Mansam (35), petani di Desa Dukuhturi, Kecamatan Dukuhturi mengatakan, serangan ulat grayak mula i muncul sekitar bulan Mei. Hal itu diperkirakan karena pengaruh cuaca tidak menentu.

"Petani sudah mencoba memangkas daun yang terkena ulat dan membuangnya. Mereka kemudian menyemprotkan pestisida pada tanaman. Tapi ulat muncul lagi," katanya.

Saat ini petani bawang sedang rugi, kata Prawi, petani lainnya di Desa Dukuhturi. Selain bawang merah, tanaman cabai di wilayahnya juga terserang krupak, sehingga buahnya banyak yang busuk dan mengering.

Sutarno (61), petani cabai rawit di Desa Kaliwadas, Kecamatan Adiwerna mengatakan, 70 persen cabai yang dihasilkannya busuk, karena terserang krupak. Sejak Mei hingga saat ini, ia sudah enam kali memetik atau memanen cabai, dari lahan seluas setengah hektar.

"Dari setiap kali panen, rata-rata hanya diperoleh sekitar 30 kilogram cabai yang utuh dan layak jual. Lebih banyak yang busuk dan tidak laku dijual," katanya.

Padahal dalam kondisi normal, dari setiap kali panen bisa diperoleh sekitar dua kwintal cabai. Panen cabai untuk setiap musim tanam berlangsung sekitar 10 kali, dan dilakukan setiap satu pekan sekali.

Menurut Sutarno, serangan krupak sangat merugikan petani. Terlebih saat ini, harga cabai murah, hanya sekitar Rp 12.000 per kilogram untuk cabai rawit merah dan Rp 5.000 per kilogram untuk cabai rawit hijau. Padahal, biaya yang dikeluarkan untuk tanam dan perawatan awal mencapai lebih dari Rp 4 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com