Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendekar Sakti dari Lamongan

Kompas.com - 06/05/2011, 22:43 WIB

Judul:Pendekar Sendang Drajat “Memburu Negarakertagama”

Penulis: Viddy AD Daery Terbit: Februari 2011 Penerbit: Metamind- Tiga Serangkai Group –Solo

         ISBN:978-979-30 Ukuran: 20 cm Cover:soft cover Halaman: 146 halaman + XXX  Kategori:fiksi sejarah

Lamongan, siapa kini yang tidak mengenal kota atau daerah itu? Semenjak Bupati Masfuk menyulap daerah miskin dan minus serta langganan banjir itu menjadi kota indah gemerlapan dan bebas banjir ( sampai terancam banjir lagi, namun justru karena kelemahan kabupaten-kabupaten tetangganya yang gagal mengendalikan banjir lalu meluberi Lamongan ), kini Lamongan dan Bupati Masfuk menjadi bahan pembicaraan semua kalangan di seluruh Indonesia.

Apalagi setelah para pedagang soto Lamongan, pecel lele dan sea-food muncul di tenda-tenda kaki-lima seluruh jengkal tanah Indonesia, Lamongan menjadi cap dagang yang paten,bahkan pengusaha Cina non-Lamonganpun banyak yang mendirikan restoran besar dengan merek Soto Lamongan,termasuk yang terbakar ludes di Jakarta Barat baru-baru ini.

Nah,apakah Lamongan zaman “prasejarah” juga top dan seterkenal Lamongan masa kini? “Prasejarah—dalam tanda petik” di sini bukan berarti Lamongan zaman sebelum Masehi,namun Lamongan sebelum dicatat sejarah Indonesia yang notabene baru dibicarakan mulai di era Bupati Masfuk.Karena Lamongan sejak Bupati pertama sampai sebelum Masfuk, dianggap Lamongan yang tak perlu digubris,bahkan sempat menjadi daerah yang selalu dijadikan olok-olok oleh para pelawak ludruk di pentas tobong maupun di layar TVRI di tahun 80-an,sebagai daerah minus dimana “yen ketigo ora iso cewok, yen udan ora iso ndhodhok” yang maknanya ialah jika kemarau tidak bisa membersihkan najis, jika hujan tidak bisa duduk manis”..

ERA PENDEKAR

Nah, era Lamongan zaman pendekar silat dan zaman wali atau sunan ( abad 16 ) inilah yang dijadikan setting elaborasi novel “Pendekar Sendang Drajat” ( PSD ) karya Viddy AD Daery—sastrawan Indonesia yang justru terkenal di Singapura,Malaysia,Brunei dan Thailand selatan daripada di negaranya sendiri.

Lamongan sendiri waktu itu,sebagai kota malah belum ada,dalam novel PSD seri pertama yaitu “Pesisir Utara Majapahit  di abad 16 M” dikisahkan secara selintas bahwa beberapa kyai dari Laren,Karang Cangkring, Latukan,Duri, Ngambeg , Drajat dan sebagainya berkumpul di pesantren Badu Wanar Pucuk, untuk membahas pembentukan kota katumenggungan/ kadipaten Lamongan dari desa kecil Keranggan Lamong. Dan yang dicalonkan sebagai Tumenggung/Adipati  adalah Raden Hadi atau Sunan Hadi yang masih kerabat Sunan Giri, sebagai panutan kekuasaan politik-keagamaan di Jawa Timur pada saat itu.

Nah,ketika Lamongan justru baru direncanakan pembangunannya,desa-desa yang kini dilupakan sejarah seperti Laren,Pringgoboyo, Karang Cangkring,Sendang Duwur,Drajat,Trenggulun,Centhini, Brumbun dan sebagainya dalam novel PSD diceritakan sudah menjadi kota ramai ( untuk ukuran zaman dulu ) karena mereka rata-rata berlokasi di tepi bengawan Solo atau laut Jawa ( pantura ),dan karena itu menjadi desa/kota perdagangan yang banyak berinteraksi dengan para saudagar-pelayar dari pulau lain bahkan dari Negara lain seperti Yaman/Hadramaut,Persia,Gujarat,Malaka dan Cina.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com