Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lestarikan Tangkal Kawung di DAS Citarum

Kompas.com - 30/04/2011, 11:17 WIB

Oleh Dedi Muhtadi

BANDUNG, KOMPAS.com — Hari hampir gelap, namun Kadi (61) warga Kampung Cigangsa Desa Nangeleng Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat masih memanjati pohon aren (tangkal kawung-Sunda).

Tiap hari tangkal kawung, disebut juga pohon enau (Arengga pinnata – Wurmb- Merill atau Arenga saccarifera Labill, famili Arecaceae) setinggi 5-10 meter ini harus dia naiki satu persatu untuk menyimpan dan mengambil lodong-lodong, yakni potongan bambu penampung air nira.

Pukul 06.00 pagi, lodong itu dia ambil lagi dan diganti dengan lodong baru. Pekerjaan itu diulanginya sore hari. Air nira yang sudah tersimpan di lodong itu lalu dimasukan ke dalam kuali untuk dimasak menjadi gula merah. Penggodokan air nira di atas tungku tanah sederhana dengan pemanas kayu bakar berlangsung 1,5 – 5 jam, tergantung banyaknya air nira.

Biasanya pukul 12.00 siang, bapak beranak satu dan bercucu dua ini sudah bisa membungkus gula merah bulat berdiameter 5 cm, tabal 3 cm. Tiap hari rata-rata menghasilkan 5 bungkus gula merah senilai Rp 50.000 atau Rp 10 ribu per bungkus, berisi sepuluh bulatan gula per bungkus. Tiap hari pula bandar gula dari pasar Cipeundeuy, 5 kilometer dari kampungnya, datang mengambil gula.

Itulah keseharian keluarga Bah Kadi yang sudah dilakoninya sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Kepandaian menyadap nira untuk dijadikan gula, diperolehnya secara turun temurun dari orang tuanya dulu. Praktis keluarga ini hidup dari pohon aren yang tumbuh di sekeliling kampungnya.

Di sekitar rumahnya, Bah Kadi kini mengurus sekitar 300 pohon enau, sebagian tumbuh secara alami lewat ekosistem musang dan sebagian lagi hasil pembibitannya sendiri. Beberapa pohon di antaranya  sudah tua, daunnya jarang dan sudah tidak banyak menghasilkan air nira. Biasanya pohon ini laku untuk pembuatan tepung aren (aci kawung).

“Setelah diipuk (dibenihkan), bijinya saya sebar di sini, dan tumbuh seperti kelapa saja,” ungkap Bah Kadi Kamis (17/3) seraya menunjuk sebuah tebing berkemiringan di atas 30 derajat derajat di belakang rumahnya. Di sana tumbuh sejumlah pohon aren yang usianya di atas lima tahunan.

Pohon konservasi

Untuk mencapai Kampung Kadi bisa ditempuh lewat jalan raya Bandung-Cianjur-Jakarta, tepatnya Rajamandala Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Dari Rajamandala masuk ke jalan kabupaten sekitar 15 km melewati kawasan perkebunan dan hutan jati Perum Perhutani. Daerah ini merupakan dataran tinggi Jawa Barat bagian tengah, Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimeta, salah satu anak Sungai Citarum.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com