Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salatiga Bukan Kota Mata Air Lagi

Kompas.com - 25/04/2011, 20:42 WIB

SALATIGA, KOMPAS.com — Lebih dari 100 mata air kecil atau yang disebut belik di Kota Salatiga, Jawa Tengah, terabaikan. Selain kurang terawat, setiap tahun debit air di mata air tersebut terus berkurang. Menurunnya debit air di mata air tersebut karena berkurangnya daerah serapan air karena berubah fungsi.

Divisi Pengabdian Masyarakat Komunitas Tanam untuk Kehidupan (TUK), Eric Setia Darmawan, Senin (25/4/2011) di Kota Salatiga, mengungkapkan, kondisi mata air di kota tersebut rata-rata sama.

"Dulu Salatiga terkenal dengan sebutan menara air. Sekarang, seiring perkembangan zaman, justru semakin banyak yang tidak memerhatikan. Banyak mata air yang debitnya berkurang setiap tahun," kata Eric.

Eric mengungkapkan, saat ini semakin banyak perumahan dibangun tanpa memerhatikan tata guna lahan. Lahan yang seharusnya menjadi daerah tangkapan air justru ditutup dengan bangunan menyebabkan semakin sedikit air yang masuk ke dalam tanah dan debit mata air menurun.

Untuk membantu mencegah semakin menyusutnya debit air, Komunitas TUK akan menghijaukan lereng Merbabu di Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, yang menjadi daerah tangkapan air untuk mata air Senjoyo. Dari luasan sekitar 800 hektar lahan kritis, Komunitas TUK di antaranya akan menghijaukan 50 hektar.

Berdasarkan pengamatan, mata air Benoyo yang terletak di Kelurahan Ngentak, Kecamatan Tingkir, volume airnya kini menyusut. Ramlan (32), warga yang tinggal di sekitar mata air, mengungkapkan, ketinggian kolam di mata air itu juga semakin surut dari tahun ke tahun.

"Dulu, waktu saya masih kecil, airnya tidak sedangkal ini, lebih tinggi 50 sentimeter," ujar Ramlan. Saat ini ketinggian air di kolam dengan ukuran 30 meter x 15 meter itu 0,3-1 meter," katanya.

Di mata air tersebut, meski sudah diberi talut untuk melindungi mata air, warga tampak memanfaatkannya untuk mandi dan mencuci pakaian. Tak jauh situ, sekitar 4 meter dari kolam mata air, terdapat tempat pembuangan sampah sementara.

Tasiyem (80), yang juga tinggal di lokasi itu, mengatakan, saat hujan, air dari tempat pembuangan sampah mengalir ke mata air sehingga mencemari air.

Karena itu, dia dan keluarganya tidak lagi menggunakan air dari mata air untuk kebutuhan sehari-hari, melainkan menggunakan air dari PDAM. Namun, warga secara swadaya membersihkan mata air tersebut setiap bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com