Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Kelaparan di Lumbung Pangan

Kompas.com - 12/04/2011, 11:27 WIB

PINRANG, KOMPAS.com — Di tengah kesibukan Pemerintah Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, merebut penghargaan bidang kebersihan Adipura dan rencana pembangunan patung heroik pahlawan Lasinrang, di Kelurahan Tellumpanua, Kecamatan Suppa, justru ada seorang ibu tanpa suami bernama Hani (40) yang terpinggirkan.

Hani hanya bisa tinggal bersama tiga anaknya di rumah berdinding bilah bambu berukuran 2,5 x 3 meter. Rumah reyot yang dibangun di atas lahan perkebunan warga nyaris belum pernah dikunjungi pihak pemerintahan setempat. Tak jarang Hani harus menahan lapar bersama tiga anaknya, meski mereka tinggal di daerah berpenghasilan beras terbesar di Sulawesi Selatan.

Kepada Kompas.com, Selasa (12/4/2011), Hani mengaku sudah beberapa kali berpindah lantaran kerap terkena gusur oleh pemilik lahan yang kebetulan ditumpanginya.

Untuk menghidupi ketiga anaknya, Hani kerap berkeliling dari rumah ke rumah warga hingga keluar kampung sebagai buruh cuci. "Saya juga bekerja sebagai buruh tani setiap musim panen, diupah Rp 15.000 per hari. Tapi, itu pada waktu tertentu saja. Lepas itu, saya keliling kampung menawarkan jasa sebagai tukang cuci," katanya dengan suara pelan.

Jika kehabisan beras, maka ia lebih sering menerima bantuan dari para tetangga. Hani bersama tiga anaknya tak canggung memilih pisang mentah yang direbus untuk dijadikan makanan pengganjal rasa lapar. "Kadang kalau bertemu pemilik kebun, saya diberi ubi yang bisa saya masak dan makan bersama anak-anak," paparnya lirih.

Subsidi beras bagi warga miskin pun tidak banyak membantu janda miskin ini. Kalaupun mendapat jatah, Hani mengaku lebih sering menjual ke orang lain, dan hasilnya dibelikan beras yang harganya jauh lebih murah.

Keprihatinan Hani semakin menjadi karena sulitnya hidup ikut dirasakan ketiga anaknya, Nasir (12), Fendi (10), dan Ecce (6). Nasir bahkan harus ikut memikul beban keluarga dengan bekerja sebagai buruh kasar pengangkat karung berisi beras di Bulog Dolangngan, Kabupaten Pinrang.

Dari hasil kerjanya, Nasir mendapat upah Rp 10.000 per sekali kerja. Hani pun mengaku, anak-anaknya tidak pernah mengenyam bangku pendidikan karena keterbatasan biaya. "Anak tidak kami sekolahkan karena tidak ada biaya. Yang nomor dua terpaksa ikut menghidupi keluarga karena kedua adiknya juga sakit-sakitan," katanya.

Bahkan Fendi saat ini menderita penyakit usus akut, menyebabkan perutnya membuncit. Meski mendapat perawatan medis gratis, Hani mengaku jarang membawa anaknya berobat karena sulitnya biaya transportasi, baik menuju puskesmas maupun rumah sakit yang jaraknya jauh.

"Kami bersyukur masih ditolong tetangga sekitar, termasuk membantu memberi baju untuk dipakai anak-anak," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com