Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Ajukan Bukti Baru Ladia Galaska

Kompas.com - 01/04/2011, 21:23 WIB

BANDA ACEH, KOMPAS.com — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menemukan bukti-bukti baru (novum) atas kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan jalan Ladia Galaska di Aceh yang melalui kawasan hutan lindung. Terkait novum tersebut, Walhi Aceh mengajukan peninjauan kembali (PK) atas Keputusan Mahkamah Agung 2007, Kamis (31/3/2011), melalui Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Anggota Tim Pengacara Walhi Aceh, M Zuhri Hasibuan, Jumat (1/4/2011) di Banda Aceh, mengungkapkan bahwa bukti-bukti baru tersebut dikumpulkan Walhi Aceh melalui penelitian di lokasi yang dilalui proyek jalan Ladia Galaska dan lingkungan sekitarnya pada Februari 2011. Bukti yang disampaikan juga berupa aturan formal yang memperkuat gugatan berupa penolakan proyek tersebut.  

"Dengan novum ini, kami mengajukan PK dan meminta kepada MA agar meninjau kembali putusan perkara perdata No 27/ Pdt.G/2003/PN-BNA Jo No.43/Pdt/2004/PT-BNA Jo No. 1343 K/Pdt/2007. Proyek Ladia Galaskan harus dihentikan karena mengancam kelestarian hutan lindung dan Taman Nasional Gunung Leuser," tutur Zuhri.

Proyek pembangunan jalan Ladia Galaska sudah dicanangkan sejak 2002. Proyek tersebut sedianya menghubungkan antara jalur lintas timur dan lintas barat Aceh sepanjang 470 kilometer dengan menembus kawasan dataran tinggi Leuser. Ladia Galaska, nama jalan tembus tersebut adalah singkatan dari Lautan Hindia-Gayo-Alas-Selat Malaka.

Pada tahun 2003, Walhi Aceh mulai menggugat proyek tersebut karena dapat merusak kawasan hutan lindung dan konservasi, termasuk Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan habitat jutaan spesies langka yang tidak bisa ditemukan di belahan dunia mana pun.

Zuhri menjelaskan, gugatan perdata terhadap Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh terkait kasus Ladia Galaska itu sudah berjalan sejak tahun 2003-2004 di PN Banda Aceh selaku pengadilan tingkat pertama. Dalam putusan PN Banda Aceh No.27/pdt.G/2003/PN-BNA menolak gugatan tersebut. Lalu, Walhi Aceh kembali mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, Banda Aceh. Namun, pada tahun 2007 PT memutuskan juga menolak gugatan tersebut. Kasasi Walhi Aceh ke MA atas kasus inipun juga ditolak oleh MA.

Novum-novum baru yang diajukan Walhi Aceh dalam PK di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan. Dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan, Kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang dikerjakan atau diduduki tanpa izin menteri (dalam hal ini Menteri Kehutanan).

Selanjutnya, Pasal 8 ayat (2) PP No.28 Tahun 1985 menentukan, siapa pun menebang pohon dalam radius/jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai dan anak sungai yang terletak di dalam kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya. Pasal 50 ayat (3) huruf c. UU No.41 Tahun 1999.

Selain sejumlah bukti formal, tim pengacara juga telah mengumpulkan bukti-bukti kerusakan di beberapa ruas jalan Ladia Galaska melalui kliping-kliping surat kabar dan hasil pengamatan lapangan. "Kliping ini menjadi bukti nyata kerusakan yang terjadi. Jadi kerusakan yang terjadi bukanlah hayalan atau perkiraan semata tetapi sudah benar-benar terjadi," kata Zuhri.  

Tim Pengacara Walhi Aceh juga menyusuri beberapa ruas jalan Ladia Galaska sekitar awal Februari 2011. Tim menyusuri ruas jalan Peureulak Gayo Lues (Blangkejeren-Pinding-Lokop-Peureulak). Di ruas jalan ini ditemukan banyak kerusakan lingkungan akibat perambahan hutan.

Selain itu, tim juga melintasi Ruas Jalan Gayo Lues, Takengon (Takengon-Ise-ise-Blangkejeren) di mana di sepanjang jalan tersebut telah terjadi longsor di banyak titik, bentangan tanah terbuka, penambahan permukiman di Kawasan Ekosistem Leuser, dan bongkahan kayu rebah.

Ruas jalan terakhir yang diselidiki adalah ruas jalan Takengon-Nagan Raya (Jeuram-Beutong Ateuh-Takengon), dan ditemukan adanya perambahan hutan lindung, kerusakan ekologis, dan pemukiman baru pada daerah Tanoh Depet di Kecamatan Ceulala, Kawasan Hutan Lindung Nagan Raya.   

"Melihat fakta-fakta ini kami sangat miris karena nantinya bisa menimbulkan bencana akibat kerusakan tersebut," ujar Zuhri. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com