Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat DIY Siap Turun ke Jalan

Kompas.com - 01/03/2011, 21:58 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar 500 perwakilan warga lima kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar aksi teatrikal peringatan serangan umum 1 Maret 1949 berupa penyobekan bagian bendera Belanda berwarna biru sebagai bentuk protes pada pemerintah yang tak bersedia mendengarkan aspirasi masyarakat Yogyakarta. Jika pemerintah bersikeras menyelenggarakan pemilihan kepala daerah baru, maka masyarakat Yogyakarta akan turun ke jalan.

"Masyarakat Yogyakarta adalah masyarakat yang berbudaya dan beretika. Karena itu, kami berusaha menyampaikan aspirasi melalui sindiran-sindiran. Jika tak ada tanggapan positif dari pemerintah, akhir Mei mendatang kami akan turun ke jalan secara besar-besaran," kata Ketua Presidium Gerakan Rakyat Mataram Binangun Rustam Fatoni, Selasa (1/3/2011) di depan Gedung Agung, Yogyakarta.

Para demonstran yang terdiri dari seniman, pamong desa, buruh, dan petani berkumpul di Gedung Agung mulai pukul 12.00.Tepat pukul 13.00 mereka kemudian menggelar happening art berupa detik-detik sejarah serangan umum 1 Maret 1949 dimana para gerilyawan Republik Indonesia dengan gigih berani menyerang pasukan Kompeni Belanda dan mampu menunjukkan kembali eksistensi Negara Republik Indonesia di mata dunia.

Aksi penyerangan ditampilkan sejumlah demonstran yang mengenakan kain surjan dengan tanda janur kuning di leher yang dulu dipakai untuk memudahkan pengenalan mana kawan dan lawan. Mereka kemudian menyerang markas-markas Kompeni Belanda yang kemudian diakhiri dengan insiden penyobekan dan pembakaran bagian bendera Belanda berwarna biru bertuliskan penetapan sehingga hanya menyisakan bendera berwarna merah dan putih yang kemudian dikibarkan para gerilyawan.

"Bagian bendera warna biru yang kami sobek dan kami bakar adalah bentuk protes kami kepada pemerintah yang tak mendukung penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX," kata Rustam.

Rustam menilai, sikap pemerintah yang terlalu memaksakan sistem pemilihan kepala daerah DIY (bukan penetapan) merupakan bentuk arogansi pemerintah yang tak mau mendengarkan aspirasi masyarakat Yogyakarta. "Apabila pemerintah tetap bersikukuh pada sistem pemilihan, maka kami akan memboikot," ujarnya.

Sementara itu, Pimpinan Gerakan Rakyat Mataram Widihasto menambahkan, peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta merupakan momen dimana dunia mengakui kembali keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dulu nyaris terenggut Belanda.

Sebelumnya, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, keputusan politik tentang keistimewaan DIY kini tergantung pada DPR. Namun, jalan tengah yang terbaik tetap bisa dicari.

"Win win solution pasti ada, tergantung pada kearifan dari anggota DPR. Sekarang yang harus diupayakan adalah mencari pilihan yang terbaik dari yang baik," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com