Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ogoh-ogoh Kian Wah!

Kompas.com - 22/02/2011, 20:25 WIB

Oleh Ade P Marboen

Rutin dilaksanakan setiap tahun, namun setiap "pengerupukan" atau sehari menjelang Hari Suci Penyepian (Nyepi), akan ada yang baru untuk disaksikan, apalagi kalau bukan ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh menjadi representasi Bhuta Kala, yang akan diarak sehari menjelang Nyepi pada 5 Maret tahun ini, tampaknya akan semakin beraneka dengan rancangan yang semakin artistik dan rumit.

Persiapan menuju hari sakral mat Hindu Bali itu sudah dilakukan sejak beberapa pekan lalu. Di seluruh banjar (setingkat dusun dalam tatanan pemerintahan formal, namun lebih bermakna pada kepentingan adat) di Bali, pembuatan ogoh-ogoh itu dilakukan bergotong-royong.

Menurut orang-orang tua di Bali, pada masa lalu ogoh-ogoh dibuat cuma memakai rangka bambu, kayu, dan sedikit kawat untuk menguatkan sambungan atau menjadi komponen di bagian-bagian yang sulit dibuat. Ogoh-ogoh diusung sampai ratusan orang karena memang berat selain karena beban ogoh-ogohnya sendiri, juga karena rangka pengusungnya.

Bambu sampai puluhan batang diperlukan untuk mengangkat ogoh-ogoh dan konstruksinya harus kuat karena ogoh-ogoh akan diputar-putar di tiap perempatan. Belum lagi kalau di jalan dan perempatan berjumpa dengan kontingen serupa dari banjar-banjar serupa.

Pokoknya riuh dan ribut sekaligus menyenangkan sekali suasananya, didukung oleh gamelan (ble ganjur) yang ditabuh puluhan orang.

Belum lagi "supporter" dari masing-masing banjar dan penonton yang menyemangati tiap kontingen pada siang sampai menjelang malam sehari sebelum pelaksanaan "catur brata" penyepian diamalkan.

Itulah Bali masa lalu dan kini dengan agama Hindu Bali-nya, yang memiliki filosofi religi dengan menempatkan seni-budaya dan produk kesenian sebagai sarana inheren untuk menyembah Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan begitu, mudah dipahami mengapa seni dan kesenian tradisional Bali dalam kerangka budayanya tetap hidup, dipelihara, dan dikembangkan sampai masa depan.

Zaman sudah berubah dan menempatkan manusia pada aneka pilihan untuk mempermudah hidup. Ogoh-ogoh juga demikian, sekarang sudah tidak ada lagi yang memakai rangka bambu atau kayu sepenuhnya karena sudah ada "styrofoam" yang bisa mewujudkan semua imajinasi personifikasi Bhuta Kala itu.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com