Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Perbaiki Sistem Pemantau Merapi

Kompas.com - 08/02/2011, 22:42 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Erupsi dahsyat yang terjadi November 2010 merusak sebagian besar peralatan pemantauan Gunung Merapi. Dibutuhkan waktu satu tahun untuk memperbaiki seluruh sistem pemantauan.

"Erupsi Merapi tahun 2010 lalu menciptakan kawah baru di puncak dengan diameter 400 meter. Kondisi ini mengubah total sistem pemantauan ke depan," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), Subandriyo, Selasa (8/2/2011) di Kantor BPPTK, Yogyakarta.

Beberapa alat pemantau yang rusak akibat erupsi Merapi, antara lain reflektor pengukur jarak tunjang elektronik atau Electronic Distance Measurement (EDM), titik pemantauan gas, dan pengukur perubahan kemiringan atau tilt meter. Sebanyak 14 reflektor pengukur jarak tunjang hancur dan meleleh, sedangkan dua titik sampling pemantauan gas hilang.

"Titik-titik sulfatara yang kami gunakan untuk memantau gas telah hilang semua. Padahal, dari titik-titik itulah sifat letusan Merapi bisa diinterpretasikan. Dari hasil pemantauan gas ini, keputusan menaikkan atau menurunkan status gunung ditetapkan," kata Subandriyo.

Kini BPPTK sedang melakukan beberapa pembenahan, seperti penginstalan sistem pemantauan peringatan dini bahaya lahar Merapi dan pemetaan ancaman lahar di setiap sungai.

Ancaman lahar dingin

Meski ancaman letusan Gunung Merapi sudah reda, namun dampak lahar dingin masih harus dialami masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah. Curah hujan yang tinggi akan menjadi pemicu luruhnya lahar dingin dari puncak Merapi.

Di sisi selatan Merapi, aliran lahar dingin berpotensi turun melalui Kali Gendol dan Kali Boyong. Berdasarkan survei BPPTK, endapan awan panas di Kali Gendol sepanjang 15 kilometer mencapai 30 juta meter kubik. Endapan ini memenuhi hulu Kali Gendol dan berpotensi turun hingga ke hilir melalui Kali Opak.

Sedangkan, di sisi barat daya, aliran lahar dingi Merapi mengalir melalui beberapa sungai, yaitu Kali Krasak, Kali Putih, Kali Blongkeng, dan Kali Pabelan. Endapan material vulkanik di sisi selatan Merapi sebanyak 30 juta meter kubik yang memenuhi Kali Gendol belum turun. "Jika turun hujan deras di atas 20 milimeter dan berlangsung lebih dari satu jam, maka banjir lahar dingin bisa terjadi," ujarnya.

Menurut Subandriyo, banjir lahar dingin akan terbentuk jika terjadi percampuran antara air sebanyak 40 persen dan material sebanyak 60 persen. Karena itu, masyarakat harus selalu waspada jika sewaktu-waktu terjadi peningkatan curah hujan.

Sementara itu, banjir lahar dingin justru seringkali terjadi di sisi barat Merapi, terutama di Kali Putih dan Kali Pabelan. Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi, Surono menjelaskan, ciri material vulkanik di sisi barat Merapi berbeda dengan material vulkanik di sisi selatan Merapi. Di sisi barat Merapi, material vulkanik didominasi kandungan endapan awan panas bercampur abu dari material jatuhan, sehingga mudah jatuh terbawa air.

Namun demikian, material vulkanik lahar dingin di sisi barat Merapi juga bercampur batu-batuan besar. Hal ini disebabkan turunnya reruntuhan puncak Merapi di sisi barat yang berguguran akibat erupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com