Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UN Ulang, Kebijakan yang Plin-Plan

Kompas.com - 11/01/2011, 17:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ujian atau evaluasi belajar di samping bersifat obyektif, juga harus memberikan rasa adil. Oleh karena, ujian harus selalu diberikan kesempatan kedua bagi setiap anak dalam mengikuti ujian, apalagi jika ujian digelar berskala nasional dan serentak.

Kesempatan kedua harus diberikan meskipun sudah ada ruang bagi sekolah dan guru, yaitu untuk mendapatkan porsi 40 persen. Hal itu dikarenakan porsi hasil ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan masih lebih besar, yaitu 60 persen. 

"Porsi itu jelas sangat signifikan bedanya, sehingga UN Ulang tetap mesti ada. Keberadaan UN Ulang yang sering dijadikan kebijakan tambal sulam atau saat tertentu ada dan saat lainnya dihilangkan bukan saja menunjukkan kebijakan yang plin-plan dan inkonsisten dari pemerintah," ujar Suparman, Koordinator Education Forum (EF), kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (11/1/2011). 

"Hal itu juga tidak sejalan dengan prinsip pedagogis yang mengharuskan kebijakan pendidikan tidak membingungkan anak, tetapi juga menunjukkan arogansi kekuasaan pemerintah dalam membuat kebijakan pendidikan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, pada penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2011, beberapa perubahan mendasar terjadi di antaranya tak ada lagi UN ulang. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, Kamis (30/12/2010), lalu mengatakan, siswa yang tidak lulus UN tetap bisa mengikuti ujian Paket C untuk siswa SMA dan hasil ujian tersebut tetap bisa dipakai untuk masuk perguruan tinggi.

Perubahan lainnya, nilai akhir kelulusan siswa dihitung dengan menggabungkan nilai UN dengan nilai ujian akhir sekolah (UAS). Formulanya, 60 persen untuk bobot nilai UN dan 40 persen nilai UAS.

Menanggapi hal itu, Ketua Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) Retno Listyarti mengungkapkan, ditiadakannya UN Ulang telah menyalahi prinsip-prinsip sebuah evaluasi. Menurutnya, dalam evaluasi secara teori pasti ada anak yang tidak lulus sehingga perlu diberi kesempatan mengulang.

"Apalagi porsi 60 persen itu mengindikasi nilai UN harus lebih tinggi untuk bisa lulus. Selain itu, UN dianggap jauh lebih tinggi tingkatannya atau derajatnya dibandingkan nilai yang diberikan sekolah selama tiga tahun," kata Retno.

Semestinya, lanjut Retno, jika UN dijadikan sebagai upaya pemetaan kemampuan siswa, penentuan kelulusan dan pemetaaan siswa tidak harus dilakukan di akhir proses belajar. Evaluasi belajar siswa bisa dilakukan di kelas 4 untuk siswa SD, kelas VIII untuk SMP atau kelas XI untuk SMA.

"Evaluasi itu tidak harus di kelas akhir masa belajar," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com