KULON PROGO, KOMPAS -
Sekretaris Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulon Progo Sukarman menuturkan, ketegangan di wilayah pesisir tidak bisa dihindari. ”Sejak kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA amdal) diterima, warga siap-siap. Suasana jadi tegang. Kalau ada pemicu sedikit saja bisa meledak,” kata Sukarman di Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Jumat (17/12).
Pada Jumat pagi, ribuan warga mendatangi lokasi proyek percontohan tambang pasir besi milik PT Jogja Magasa Iron di Pantai Trisik di Desa Karangsewu. Mereka memaksa pengelola tempat itu menghentikan kegiatan.
Koordinator Lapangan PPLP Kulon Progo Maryono menuturkan, semula warga tidak berencana mendatangi lokasi itu. Namun, mereka mendapat informasi, ada rombongan berkunjung ke proyek percontohan. Ribuan warga pesisir datang ke lokasi, lalu menyegel tempat itu.
Warga di Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, yang menolak rencana penambangan juga mendatangi sejumlah perangkat desa. Warga meminta agar perangkat desa yang hadir dalam sidang Komisi Amdal Kulon Progo mencabut persetujuan mereka terhadap KA amdal pasir besi.
Kamis pukul 17.00, warga juga menyandera enam mobil beserta penumpangnya. Warga curiga kehadiran enam mobil itu terkait rencana penambangan pasir besi. Rombongan tersebut dilepas pukul 19.45 setelah Kepala Kepolisian Resor Kulon Progo datang memediasi.
Kapolres Kulon Progo Ajun Komisaris Besar K Yani Sudarto mengakui, suasana pesisir selatan Kulon Progo saat ini memanas. Ia berharap para pihak yang terkait rencana penambangan pasir besi menahan diri.
Menurut dia, pihaknya berupaya berkomunikasi dengan warga pesisir. Kapolres juga berjanji tidak akan mengerahkan personel bersenjata dalam menangani kasus di pesisir Kulon Progo. ”Kami tidak akan membawa alat apa pun. Tugas kami adalah memediasi agar tidak terjadi konflik. Kami memahami posisi warga. Mereka tidak tahu harus mengadu kepada siapa,” tuturnya.
Dia berharap Pemerintah Kabupaten Kulon Progo segera turun tangan dan berkomunikasi dengan warga.