Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hip Hop untuk Kebangsaan

Kompas.com - 14/12/2010, 09:33 WIB

Tak sekadar berpawai dan berorasi, unjuk rasa dukungan terhadap penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DI Yogyakarta kali ini kental dengan simbol perlawanan rakyat. Demi menarik perhatian pemerintah pusat, bendera Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat pun dikibarkan. Secara spontan, lagu hip hop bertajuk ”Jogja Istimewa” didaulat sebagai lagu kebangsaan.

Sesaat setelah bendera berlambang Keraton Yogyakarta dikibarkan di samping Sang Saka Merah Putih, lagu hip hop ”Jogja Istimewa” segera membawa keceriaan dan kesegaran. Panasnya terik matahari di halaman DPRD DIY pada Senin (13/12) tiba-tiba tak lagi terasa ketika para pengunjuk rasa mulai ikut berjingkrak-jingkrak.

”Jogja Jogja Jogja istimewa. Istimewa negerinya, istimewa orangnya. Jogja Jogja Jogja istimewa, Jogja istimewa untuk Indonesia…” Bersama dengan produser Jogja Istimewa Marzuki Mohammad, mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat DIY GBPH Prabukusumo turut bergoyang di atas panggung di hadapan puluhan ribu rakyat Yogyakarta pendukung penetapan gubernur dan wakil gubernur.

Diiringi irama hip hop, para pendukung keistimewaan mengangkat spanduk dan menyerukan dukungan terhadap keistimewaan DIY. Sebagian pengunjuk rasa juga melengkapi diri dengan aneka atribut seperti kalung janur atau daun kelapa muda warna kuning. Janur dimaknakan sebagai sejatine nur menjadi simbol harapan datangnya secercah cahaya bagi keistimewaan DIY.

Bendera berlambang Keraton Yogyakarta sengaja dikibarkan karena keistimewaan DIY tak bisa dipisahkan dari eksistensi Keraton. Para abdi dalem Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman pun turut terlibat dalam pawai unjuk rasa dari Alun-alun Utara menuju Gedung DPRD DIY.

Dengan duduk lesehan di halaman DPRD DIY, mereka mencermati jalannya rapat paripurna tentang penentuan sikap politik fraksi-fraksi di DPRD DIY. Seorang peserta unjuk rasa sempat menjalani laku ndodok atau berjalan jongkok sepanjang perjalanan menuju DPRD DIY.

Menurut Marzuki, lagu ”Jogja Istimewa” sudah dirilis sejak satu bulan terakhir. Marzuki mengaku berinisiatif datang sendiri ke gedung DPRD DIY untuk menyumbang lagu. ”Sebagai warga Yogyakarta, saya bisanya cuma nge-rap. Saya sumbangkan lagu ini untuk perjuangan keistimewaaan DIY,” kata Marzuki.

Marzuki menyatakan, ”Sebenarnya 70 persen liriknya saya ambil dari kata-kata Sri Sultan HB X, Soekarno, Hatta, Sastrokartono, Ki Hajar Dewantara. Tiga puluh pesen lagi saya tulis sendiri. Alasannya, memang kata-kata mereka mengingatkan kita akan sejarah bergabungnya Ngayogyakarta Hadiningrat dengan RI. Lagu ini bagian dari album kompilasi yang saya produseri juga, melibatkan 10 band/artis/hip hop crew. Saya sudah menulisnya 4 bulan lalu, kemudian saya ajak teman-teman dari Jogja Hip Hop Foundation untuk nge-rap bareng, sebuah sikap bersama sebagai warga Jogja. Kami hanyalah bagian kecil dari peristiwa besar ini, tapi demikianlah, gerakan besar ada karena kebersamaan”

Marzuki sendiri tidak menyangka jika lagu hip hop itu didaulat sebagai lagu ”kebangsaan”. Baginya, keistimewaan DIY tetap harus dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia. Lagu ”Jogja Istimewa” ini sudah mulai akrab di telinga masyarakat Yogyakarta karena sering diputar di radio.

Usai menyanyikan lagu ”kebangsaan”, seniman ketoprak Marwoto Kawer turut berorasi. Marwoto menilai sikap pemerintah pusat terkait keistimewaan DIY bisa diibaratkan seperti dagelan ora pupuran atau pelawak tanpa bedak. ”Pernyataan-pernyataan Presiden lucu! Tidak pernah tegas terkait penetapan,” ujar Marwoto.

Selain harapan dukungan keistimewaan, masyarakat di sepanjang Jalan Malioboro menjadikan pawai unjuk rasa ini sebagai tontonan. Peserta pawai antara lain menyuguhkan tari-tarian tradisional. Masyarakat Nusa Tenggara Timur yang tinggal di Yogyakarta menyuguhkan tarian likurai serta musik sasando.

Penari angguk dari Kulon Progo juga meramaikan pawai keistimewaan. Pertunjukan reog di Jalan Malioboro semakin menambah meriahnya suasana. Seluruh kemeriahan di tengah terik matahari ini demi satu tujuan, ditegakkannya keistimewaan DIY, bahwa Sultan harus ditetapkan sebagai gubernur dan Paku Alam wakilnya. (WKM/INU)

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com