Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Ajari Orang Yogya Berdemokrasi

Kompas.com - 14/12/2010, 09:01 WIB

KOMPAS.com — Bukan orang Yogya, menetap tiga tahun (1946-1949) di Yogyakarta, beristri orang Yogya (Sri Sulastri), Daoed Joesoef (84) ikut risi dengan adanya wacana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. ”Yang istimewa itu daerahnya, bukan orangnya,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978-1982 itu, Kamis (9/12/2010).

Menurut dia, keistimewaan DIY itu terdiri atas tiga lapis. Lapis pertama, menghadapi penjajah Belanda dan Jepang. ”Mereka melawan dengan cara mereka sendiri.” Lapis kedua, menerima kehadiran orang dan budaya China dan Arab, tetapi justru ”menjawakan” Arab dan China. Lapis ketiga, menerima pengaruh agama Hindu dan Buddha, tetapi kejawaan mereka tak larut.

Jadi sebaiknya penetapan atau pemilihan? ”Pemilihan kepala daerah kan hanya salah satu bentuk demokrasi. Masih ada bentuk lain. Piagam PBB membolehkan adanya auto determination. Jadi jangan ajari orang Yogya berdemokrasi ibarat ngajari ikan berenang.”

Menurut Daoed Joesoef, orang Aceh kelahiran Medan, orang Yogya pun tak akan mau kepala pemerintahannya berumur 80 tahun atau tidak becus. ”Mereka akan temukan sendiri kiatnya. Wacana keistimewaan Yogyakarta saat ini ibarat gunung es kerapuhan dasar pembentukan negara kita,” tegasnya. (STS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com