Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Pengakuan Gigolo dari Surabaya

Kompas.com - 04/12/2010, 03:06 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Polisi Surabaya baru saja mengungkap praktik bisnis seks yang melibatkan anak di bawah umur sebagai gigolo atau lelaki pekerja seks komersial (PSK). Di Surabaya, selain ada gigolo yang dikoordinasi germo, juga ada yang beroperasi mandiri.

Seperti dalam dunia kerja, di kalangan gigolo ada juga istilah naik pangkat. Setidaknya itulah yang dipahami Andi (27), seorang gigolo mandiri. Berawal sebagai gigolo panggilan atau freelance, kini Andi sudah ‘naik pangkat’ menjadi gigolo yang sudah dipelihara oleh seorang wanita yang jadi pelanggan setianya.

Beda gigolo freelance dan peliharaan adalah pada sifat penghasilannya. Gigolo peliharaan mendapatkan `gaji` rutin, sedangkan penghasilan gigolo freelance tidak menentu, tergantung naik-turun jumlah penggunanya.

Menurut Andi yang lulusan SMA, mengikat pelanggan bukanlah perkara mudah bagi gigolo. Karena jumlah tante-tante girang yang jadi konsumen tidak banyak di Surabaya, maka para gigolo harus pandai-pandai mempromosikan diri.

Andi berbeda dengan Muhlisin (27), gigolo merangkap germo yang telah ditangkap aparat Polrestabes Surabaya pada 26 November lalu. Karena mempekerjakan gigolo di bawah umur, Muhlisin dianggap melakukan perdagangan anak dan diciduk.

Muhlisin tidak pilih-pilih sasaran, dan bahkan mengiklankan jasanya secara terbuka di surat kabar. Asalkan ada yang berminat dan harga sesuai, dia dan anak buahnya siap melayani, termasuk melayani para gay (lelaki yang tertarik pada sesama lelaki).

Gigolo seperti Muhlisin ini adalah gigolo jenis pencari makan. Ia tak banyak pilah-pilih pengguna, yang penting dapat duit, selesai. Unsur `cita rasa` menjadi nomor dua.

Biasanya Muhlisin menyepakati tarif di depan. “Tapi, kalau pelanggan merasa puas, biasanya bayarannya dilebihkan,” kata Muhlisin.

Andi, dalam hal ini, beruntung. Pekerjaan resminya sebagai staf bagian public relations (PR) di sebuah apartemen mewah di Surabaya membuat Andi mengenal banyak warga kelas atas di sini, serta cukup memahami gaya hidup mereka.

“Ternyata, banyak orang berduit yang hidupnya kesepian, tak hanya kaum pria tapi juga perempuan,” tutur Andi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com