Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Diupah, Tak Dikenal...

Kompas.com - 11/11/2010, 10:17 WIB

KOMPAS.com — Bencana sering mendatangkan paradoks. Di satu sisi penuh tangis pisah keluarga korban, di sisi lain menyatukan para relawan atas nama kemanusiaan.

Itu pula yang tampak pada kerja para relawan erupsi Gunung Merapi yang hingga kini belum jelas kapan akan berakhir.

Di tengah ancaman erupsi sewaktu-waktu, tim evakuasi jenazah senantiasa bersiap merayapi lereng Merapi. Seperti bermain petak umpet dengan maut.

Berbekal handy talky, para relawan bergerak naik, menerobos kawasan rawan bencana, masuk keluar rumah-rumah di dusun yang luluh lantak. Sebagian di antaranya mengorek tumpukan abu vulkanik atau reruntuhan, mencari jenazah.

Begitu mendengar informasi Merapi mengeluarkan awan panas ke arah tim evakuasi, mereka bergegas menyelamatkan diri. Terkadang harus berlari. Padahal, luncuran awan panas lebih cepat daripada mereka.

Meski berisiko, evakuasi terus dilakukan, tanpa bayaran dan sepi ucapan terima kasih. ”Apa yang bisa saya tolong akan saya bantu. Yang penting ikhlas menolong sesama,” kata anggota Grup 2 Kopassus Kartosuro, Sersan Dua Dwi Andi Hermawan, Rabu (10/11/2010).

Dwi sudah bertugas di lereng Merapi sejak hari pertama letusan. Ia pernah bertugas di Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam, ketika tsunami pada tahun 2004.

”Sebenarnya banyak petunjuk lokasi jenazah, tetapi sulit ditemukan karena tertimbun. Tanah yang digali sangat panas,” ujar Dwi.

Tak hanya prajurit TNI, relawan juga berasal dari anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana). Mereka sejak awal erupsi berada di ”titik panas”. Tagana Kabupaten Sleman membangun posko-posko pengungsian sebelum letusan kedua menghancurkan posko-posko tersebut.

Mereka pergi ke dusun yang terpapar awan panas, seperti di Dusun Kinahrejo dan Ngrangkah, Umbulharjo, Sleman. Ada di antara mereka yang tewas saat mengevakuasi, seperti Slamet Ngatiran (30). Pria yang baru menikah Juli 2010 ini meninggalkan istri yang tengah hamil 3 bulan.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com