Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Besok Butuh Tokoh Bencana Nasional

Kompas.com - 05/11/2010, 17:07 WIB

Belum usai tanggap darurat akibat banjir di Wasior, dalam waktu hampir bersamaan, tsunami menghancurkan Kepulauan Mentawai dan letusan Gunung Merapi meluluhlantakkan sejumlah desa di Sleman. Seakan belum belajar dari beberapa bencana sebelumnya, manajemen penanggulangan bencana nasional masih semrawut. Transportasi, distribusi bantuan, kesiapan tempat pengungsian belum terkoordinasi. Pihak-pihak yang didaulat mengoordinasi dan memberikan informasi bencana saling lempar tanggung jawab.

”Kami telah melakukan segalanya semaksimal mungkin sesuai prosedur yang diatur undang-undang”. Tak ada pemimpin, tak ada tokoh, semua pihak berjalan berdasar aturan formal.

Bencana tidak akan menunggu kesiapan kita. Ketika ia datang, sesegera mungkin tim tanggap bencana dibentuk. Namun, sesuai undang-undang, koordinator tanggap bencana harus dipilih dengan aturan bertele-tele. Lengkap sudah penderitaan korban bencana.

Masalah klasik yang dihadapi adalah distribusi bantuan. Aliran bantuan yang terus berdatangan dari berbagai pihak tidak dapat menjangkau daerah bencana karena masalah transportasi. Akhirnya bantuan menumpuk sehingga berpotensi terjadi penyelewengan. Besarnya jumlah bantuan hanya ter-spread out sia-sia, tidak mencapai sasaran. Taruhlah misalnya distribusi bantuan tsunami Mentawai. Bantuan hanya menumpuk di Padang karena tidak dapat terdistribusi.

Mengapa tidak memanfaatkan fasilitas militer yang lengkap dan dapat menjangkau daerah terpencil? Koordinator tanggap bencana yang notabene hanya pejabat lokal tidak memiliki otoritas ”memerintahkan” pejabat militer. Haruskah menunggu titah presiden untuk menjalankan setiap langkah?

Bencana yang melanda Indonesia selayaknya perang besar. Butuh ”jenderal” yang memimpin setiap langkah strategis penanggulangan bencana. Seorang ahli yang hanya fokus menyusun rencana dan mengoordinasi bantuan. Koordinator ini akan menyatukan elemen sukarelawan, baik militer, PMI, SAR, hingga sipil. Dibutuhkan agenda day by day yang rinci agar perkembangan dapat dimonitor dan sasaran tercapai. Melalui koordinasi dengan TNI, distribusi dapat dilakukan dengan fasilitas yang lebih memadai.

Koordinasi yang tersentral ini juga dapat mencegah kegiatan politis dengan dalih bantuan bencana. Fakta di lapangan menunjukkan adanya beberapa parpol yang membagi bantuan dengan embel-embel, bendera, dan panji politik.

Sejauh ini, informasi perkembangan bantuan bencana belum jelas. Tidak ada pihak yang berani memastikannya. Pemimpin nasional penanggulangan bencana bertugas memberikan informasi valid mengenai segala hal terkait bencana.

Sejatinya negeri ini butuh pemimpin terampil yang mampu mengoordinasi segala hal, pemimpin yang dihargai dan dihormati rakyatnya. Ketiadaan pemimpin bisa terlihat dari kocar-kacirnya sistem. Penanggulangan bencana nasional contohnya.

HENDRA KUSUMA WAHYU HardaniMahasiswa Jurusan Ilmu KomunikasiFISIP Universitas DiponegoroSemarang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com