Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Melawan Takut Merapi

Kompas.com - 02/11/2010, 08:56 WIB

KOMPAS.com — Para petugas Pengamatan Gunung Merapi di saat bahaya erupsi ibaratnya seperti kapten sebuah kapal yang sedang tenggelam. Meski tahu tak ada yang bisa dicegah, para petugas itu pantang turun hingga detik terakhir. Bahkan, mereka tidak turun gunung sama sekali.

Ancaman awan panas bersuhu 600 derajat celsius dengan kecepatan sekitar 200 kilometer (km) per jam yang sewaktu-waktu bisa menerjang ke arah mereka seolah tak dihiraukan. Tentu, jika itu terjadi, dipastikan akan sangat sedikit waktu untuk mengelak.

”Kalau dibilang takut sih, ya jelas takut. Tetapi, kalau saya takut, bagaimana tugas memantau ini? Bekal saya cuma doa dan pasrah,” ujar Triyono (44), salah satu petugas di Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (1/11/2010).

Bapak tiga anak ini telah bertugas selama 20 tahun di pos yang hanya berjarak sekitar 7 km dari puncak Merapi itu. Sebagai gambaran, instansi berwenang menetapkan radius bahaya primer Merapi minimal 10 km dari puncak.

Tanggal 26 Oktober, kondisi Pos PGM Kaliurang sangat mencekam, seperti daerah sekitar Merapi lainnya. Suasana gelap menjelang malam itu dikejutkan dengan beberapa kali gemuruh dan letusan keras dari puncak yang diikuti gelombang awan panas yang bergulung-gulung ke arah selatan, tak jauh dari tempat Triyono bertugas.

Triyono tetap tenang dan menjalankan tugasnya mengengkol sirene zaman Belanda selama 2 jam untuk memperingatkan warga. Triyono juga tetap melaporkan pengamatan visualnya kepada kantor pusat selama proses erupsi berlangsung.

Setelah erupsi berjalan sekitar 3 jam, barulah ia dan ketiga rekannya turun menyelamatkan diri. Itu pun setelah mendapat instruksi dari kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta sebagai atasan mereka. ”Kami menyingkir hanya satu jam, setelah itu naik lagi untuk kembali bertugas,” kata Triyono.

Kecemasan keluarga atas nasibnya sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Pasalnya, sejak berstatus Siaga pada 21 Oktober lalu, petugas PGM yang biasa berjaga bergiliran diharuskan berdinas penuh, tinggal di pos.

Tugas penting untuk memberikan informasi kepada masyarakat inilah yang dianggap Yulianto—satu dari tujuh petugas pengamatan di Pos Babadan, Magelang, Jawa Tengah,—sebagai amanah yang harus dijalankannya sebagai petugas pos pengamatan.

Pos Pengamatan Babadan berjarak 3 km dari perkampungan terdekat di Desa Krinjing, Kabupaten Magelang, dan ”tetangga” terdekat pos hanyalah lahan pertanian warga dan semak-semak.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com