Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Mbah Maridjan Terlindung Geger Boyo

Kompas.com - 27/10/2010, 08:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Rumah Mbah Maridjan (83) di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta--entah disadari atau tidak--secara kebetulan relatif terlindung dari ancaman awan panas Gunung Merapi, karena berada di balik tebing yang disebut Geger Boyo (punggung buaya).

Tebing yang dari kejauhan tampak seperti punggung buaya dengan kepala mengarah ke atas itu dianggap warga lereng Merapi sebagai “benteng pertahanan” dari serangan awan panas.

Apakah karena alasan itu Mbah Maridjan menolak dievakuasi, tidak ada yang tahu. Yang jelas Mbah Maridjan meyakini bahwa Gunung Merapi adalah pusatnya jagad di Tanah Jawa. Dia juga percaya Gunung Merapi adalah gunung yang “hidup” yang akan senantiasa bertambah dan berubah, sehingga jika memang Gunung Merapi meletus, berarti gunung berapi yang paling aktif di dunia itu sedang “berubah” atau “bertambah”.

Menghadapi situasi tersebut Mbah Maridjan mengajak siapa saja memohon keselamatan kepada yang Mahakuasa agar terhindar dari bahaya. Permohonan itu ditempuh oleh Mbah Maridjan melalui laku tirakat (puasa mutih) dan doa-doa dengan cara berjalan mengelilingi Dukuh Kinahrejo tiga putaran setiap malam.

Di samping itu, masyarakat Dukuh Kinahrejo diminta memasang sesaji tolak bala berupa “ketupat luar” yang ditempatkan di atas pintu. Ketupat dari janur kuning tersebut bermakna simbolis agar warga yang memasangnya “keluar” dari bencana. Di dalam ketupat diisi garam dan daun sirih.

Makna simbolisnya, “daun sirih” adalah lambang Gunung Merapi dan “garam” lambang dari Samudera Indonesia atau Laut Selatan. Keduanya dalam pandangan supranatural berada dalam satu poros imajiner dan merupakan kekuatan spiritual bagi Keraton Yogyakarta.

Dalam bahasa Mbah Maridjan, gejolak di Gunung Merapi diterjemahkan sebagai “eyang” yang melenggahinya sedang punya hajat membangun “keraton”. Mbah Maridjan yang pantang menggunakan istilah “Gunung Merapi meletus”, menjelaskan bahwa di saat eyang sedang punya hajat semua orang di lingkungan Merapi harus sabar, tabah dan tawakal.

Di Gunung Merapi, menurut Mbah Maridjan, lenggah (bertahta) sejumlah penguasa, di antaranya Eyang Empu Romo, Eyang Empu Permadi, dan Eyang Panembahan Sapujagad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com