Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biar Lebih Cepat Masuk "Keranjang Ajaib"

Kompas.com - 16/10/2010, 17:21 WIB
KOMPAS.com — Makin hari, Abeng mulai merasa ada yang tidak beres dengan usahanya. Lelaki tinggi kurus itu memang sudah hampir empat tahun lebih membudidayakan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) di tempat tinggalnya, Kampung Gadog, Kelurahan Pandan Sari, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Menurutnya, usahanya itu memang amat menghasilkan.
Mari simak sedikit catatan Abeng. Kalau sudah panen, Abeng yang sekarang menapaki usia 35 tahun itu bisa menghasilkan satu kuintal jamur tiram. Nah, jamur yang sohor untuk penganan keripik hingga teman sayur sop dan bakso itu banderolnya Rp 8.000 per kilogram.
Tak cuma itu, Abeng yang akhirnya hanya berhenti studi sebagai lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pasir Angin, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tersebut juga menjual bibit jamur tiram. Bibit itu biasanya ditanam di media tanam berupa serbuk gergaji atau dedak bercampur air yang dimampatkan di dalam kantong plastik. Lazimnya, bibit macam itu disebut blok. Harga satu blok Rp 1.800. “Saya pernah bisa menjual sampai 10.000 blok,” katanya.
Nah, yang membuat hati Abeng gundah justru limbah hasil budidaya jamur tiram tadi. Limbah itu terbuang bertumpuk begitu saja. Padahal, andai ada cara-cara pemanfaatan yang memadai, limbah macam itu bisa menjadi bahan kompos, pupuk tanaman asal limbah organik.

Sepotong cerita di atas terungkap tatkala gelaran PT Bank Danamon Tbk melalui Yayasan Danamon Peduli membagikan 100 bibit pohon buah-buahan kepada warga sekitar Danamon Corporate University (DCU) di Gadog, Ciawi, pada Sabtu (16/10/2010). Menurut Direktur Utama Danamon Henry Ho pada kesempatan itu, jenis bibit yang dibagikan untuk selanjutnya ditanam itu, antara lain, petai (Parkia speciosa) dan spesies mangga (Mangivera indica).

Kadar air tinggi

Menurut penjelasan pihak Yayasan Danamon Peduli yang dalam kesempatan itu juga memberikan pelatihan singkat pembuatan kompos dalam keranjang metode Takafuru, media tanam jamur tiram memiliki kadar air tinggi. Pasalnya, budidaya jamur tiram memang membutuhkan tingkat kelembaban tinggi. Jamur tiram membutuhkan suhu basah antara 26-30 derajat celsius. “Kalau dijadikan kompos, limbah itu bakal cepat berbau. Lagi pula, plastik pembungkusnya tak bisa didaur ulang,” begitu penjelasan salah seorang mentor di bawah arahan Direktur Eksekutif Yayasan Danamon Peduli Bonaria Siahaan.
Sementara itu, metode Takafuru adalah cara pembuatan kompos dari bahan organik di dalam keranjang plastik berlubang. Seusai dicampur dengan bakteri kompos, bahan-bahan tersebut didiamkan beberapa waktu di tempat yang teduh agar berubah secara alami menjadi kompos. Pada proses itu, kadar air memang bakal berkurang sedikit demi sedikit. Dengan demikian, bau pembusukan nyaris tak ada sama sekali. Keranjang plastik setinggi hampir semeter itu acap disebut “keranjang ajaib”.
Alhasil, sampai kini, sebagaimana juga dikatakan pihak Yayasan Danamon Peduli, masih tetap dicari cara-cara terbaik untuk menjadikan limbah budidaya tersebut lebih berguna.
Sekadar hitung-hitungan dari Lurah Pandan Sari H Zaenudin, sedikitnya ada lima pengusaha lokal yang mengembangkan budidaya jamur tiram di wilayah tersebut. Sepuluh persen dari 11.000 warga Pandan Sari terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam budidaya itu. “Kalau panen, hasilnya bisa empat ton sebulan,” katanya.
Patut dibayangkan pula selain hasil panen, budidaya itu sudah pasti menghasilkan limbah yang tidak sedikit pula. Maka, memang suara warga masyarakat seperti Abeng soal cara terbaik pengelolaan limbah budidaya jamur tiram pantas masuk dalam skala perhatian penting untuk segera terwujud. Sederhana singkat katanya, supaya limbah-limbah itu segera lebih cepat masuk ke dalam “kotak ajaib”, bermanfaat bagi kelangsungan hidup di Bumi ini, kelak dan selamanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com