Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Desa Terancam Perambahan Liar

Kompas.com - 11/10/2010, 19:45 WIB

JAMBI, KOMPAS.com - Kawasan hutan negara yang akan dikelola masyarakat pada 17 desa di Kabupaten Merangin, Jambi, terancam oleh maraknya perambahan liar pendatang asal Bengkulu, Lampung, dan Sumatera Selatan. Karena itu, pengesahan Hutan Desa mendesak untuk segera direalisasi.

Direktur Walhi Jambi Arif Munandar mengatakan, ada 17 desa yang diusulkan untuk mengelola hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan lindung di wilayah Merangin.

"Saat ini, prosesnya telah memasuki tahap verifikasi oleh tim dari Departemen Kehutanan. Jika lolos seleksi, kawasan ini akan menjadi Hutan Desa terluas di Indonesia, yang mencapai 49.514 hektar. Ini menjadi skema pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat desa," ujar Arif, Senin (11/10).

Kondisi ekologi kawasan hutan tersebut masih sangat baik dengan tutupan beragam jenis tanaman keras mencapai 80 persen pada ketinggian maksimal 2.000 meter di atas permukaan laut.

"Kawasan ini merupakan hulu Sungai Batanghari. Terdapat enam sub daerah aliran sungai yang menyuplai air untuk Sungai Batanghari, dan juga dimanfaatkan menjadi sumber energi bagi 42 unit pembangkit listrik bertenaga mikro hidro yang menyuplai listrik untuk 21 desa setempat. Kawasan ini merupakan sumber bagi 60 persen cadangan air Jambi," lanjutnya.

Namun, lanjut Arif, kawasan ini berada dalam ancaman perambahan liar. Para pendatang dari wilayah Sumsel, Bengkulu, dan Lampung telah membuka sekitar 2.000 hektar kawasan ini untuk perkebunan kopi di Desa Rantau Suri, Tanjung Alam, Tanjung Mudo, dan Tanjung Dalam.

Perambahan berlangsung lebih masif di sekitar kawasan ini, hingga mencapai keluasan 9.000 hektar, di Dusun Tuo, Kotorani, Pangkalan Jambu, Birun, dan Durian Rambun.

Menurut Arif, pengesahan Hutan Desa mendesak untuk direalisasi. Ini akan menjadi dasar hukum bagi masyarakat desa untuk mengelola hutan secara arif. Pengelolaan dengan skema hutan desa akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak hutan.

Mahendra Taher dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mengatakan, setelah memperoleh SK Pencadangan Areal Kerja Hutan Desa, masyarakat tinggal menunggu hak pengelolaan.

Masyarakat akan bertanggung jawab untuk membuat rencana pengelolaan desa hingga 35 tahun setelah izin mereka peroleh. Bukan tidak mungkin masyarakat dapat memanfaatkan potensi kayu dalam hutan, namun itu dilakukan tidak secara besar-besaran. Masyarakat juga tetap berkewajiban menanam pohon dalam hutan.

Usulan status Hutan Desa di kawasan hutan negara Kabupaten Merangin atas inisiatif masyarakat setempat bersama Poros Masyarakat Kehutanan Merangin yang merupakan gabungan LSM Walhi Jambi, KKI Warsi, dan Lembaga Tiga Beradik.

Tidak hanya penting bagi masyarakat setempat, kawasan hutan di rangkaian Pegunungan Bukit Barisan ini juga merupakan sumber perlindungan hidro-orologis yang sangat vital. Kelompok hutan tersebut merupakan daerah aliran sungai utama, yaitu DAS Batanghari, DAS Musi, dan DAS wilayah pesisir bagian barat. Khusus di Kabupaten Merangin, hutan penyangga dan TNKS merupakan perlindungan bagi DAS Batanghari, khususnya Sub-DAS Tabir, Sub-DAS Merangin, dan Sub-DAS Tembesi.  

Belum lama ini, PT Duta Alam Makmur mengajukan izin hutan tanaman industri (HTI) pada hutan-hutan penyangga taman nasional yang bersinggungan dengan sejumlah DAS. Namun, rencana tersebut menuai penolakan dari 42 desa di Merangin dan 18 LSM . Menteri Kehutanan akhirnya menolak pemberian izin terhadap perusahaan tersebut. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com