Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harmoni Puasa di Pengungsian di Kaki Gunung Sinabung

Kompas.com - 09/09/2010, 03:07 WIB

Selasa (7/9) adalah hari ke- 11 bagi Khairiyah Bangun (55), salah satu pengungsi, di pengungsian Jambur Taras di Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Awalnya, dia merasa perjuangan menjaga puasa sangat berat, tetapi selanjutnya makin ringan.

Khairiyah adalah warga Desa Simacem, sekitar 4 kilometer dari Gunung Sinabung, yang belakangan ini aktivitas vulkaniknya meningkat. Dia mengungsi untuk menghindari bahaya letusan gunung itu.

Saat berpuasa di kampung sendiri, Khairiyah leluasa memilih menu sahur atau berbuka. Terkadang, dia memasak sop daging untuk merangsang selera makan dan mengusir kantuk.

Namun, di pengungsian, kerap kali dia sahur dengan tiga keping biskuit plus segelas air mineral. Saat berbuka puasa, dia pun hanya menyantap mi instan gelas hasil sumbangan. Itu berjalan sampai empat hari pertama. ”Waktu itu, panitia belum berjalan baik. Pengungsi juga masih panik. Kini situasinya telah membaik,” katanya.

Sarifah Dewi Sitepu (31), pengungsi dari Desa Sigarang- garang, Kecamatan Naman Teran, juga sempat menanggung beban yang sama. Awalnya, Sarifah canggung mengungsi sekaligus berpuasa di tengah warga berlainan agama. Selama tiga hari pertama, dia pun merasa kurang nyaman dengan lagu-lagu rohani yang dinyanyikan umat lain. Dia khawatir, kualitas puasanya berkurang.

Namun perlahan, dia memahami, hidup bersama umat lain bukan halangan untuk meningkatkan kualitas puasa. Sebaliknya, dia dapat mewujudkan nilai puasa dalam sikap bersabar dan toleran di tengah umat non- Muslim yang mencapai 80 persen dari jumlah pengungsi.

”Kuncinya bersabar dan mengambil nilai positif dari semua peristiwa. Alhamdulillah, selama di pengungsian saya selalu berpuasa,” katanya.

Sarifah pun merasa kualitas puasanya meningkat. Terlebih akhirnya panitia pengungsian memfungsikan tenda ukuran 5 meter x 12 meter sebagai sarana sahur, berbuka, shalat tarawih, dan tadarus.

Warga Desa Sukanalu, Maslin Sembiring (38), punya cara berbeda untuk menjaga puasanya. Dia meyakinkan diri, membayar (utang) puasa di luar Ramadhan lebih berat daripada berpuasa pada bulan Ramadhan.

Untuk itu, dia berupaya keras tidak membatalkan puasa meski tak selamanya berhasil. Tiga hari pertama di pengungsian, dia tidak berpuasa karena pikiran kalut, panik, dan belum mengenal kondisi pengungsian.

Sekarang puasanya lancar dan dia menemukan faedah puasa di pengungsian. ”Di sini banyak teman baru dan saudara baru yang siap membantu berpuasa,” ujarnya, sambil mengarahkan pandangan matanya ke arah rumah Kepala Desa Berastagi, Moro Purba. Moro-lah yang sepekan terakhir ini membantu pengungsi bersantap sahur dan berbuka puasa.

Di pengungsian di Tiga Binanga, yang dikoordinasi Pastor Moses Elias Situmorang OFM Cap dan para pemuka agama Islam, terjadi hal unik. Saat makan sahur atau buka puasa tiba, para pengungsi dan panitia non-Muslim yang memasak.

Sebaliknya, saat sarapan dan makan siang tiba, warga Muslim yang justru memasak buat rekan-rekan non-Muslim. Sebuah harmoni yang indah. ”Kami ini bersaudara. Sudah sewajarnya kami saling membantu saudara yang berpuasa,” kata Pastor Moses. (MOHAMMAD HILMI FAIQ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com