Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggi, Potensi Konflik Sosial di TNBT

Kompas.com - 30/07/2010, 17:02 WIB

JAMBI, KOMPAS.com - Potensi konflik sosial di kawasan areal kerja izin hutan tanaman industri (HTI) milik PT Lestari Asri Jaya, di penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Jambi, sangat tinggi. Pasalnya, ada sekitar 270 KK bernaung serta membuka kebun karet dan ladang di sana.

"Masyarakat tersebut berada di Desa Pemayungan, Kecamatan Sumay, Tebo, yang masuk areal kerja izin HTI LAJ. Mereka merupakan salah satu komunitas melayu tua yang membentuk permukiman di sana. Mereka juga membuka kebun karet dan bertani. Hasil pencitraan udara menunjukkan sekitar 2.500 hektar hunian masyarakat Pemayungan, yang tumpang tindih dengan area HTI," ujar Rudi Syaf, Manajer Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi.

LAJ memperoleh izin HTI dari Menteri Kehutanan pada September 2009 lalu. Namun, perusahaan ini belum melakukan aktivitas pembukaan lahan hingga kini. LAJ bernaung di bawah Barito Pasifik Group ini, dan diduga bekerjasama dengan Sinar Mas Group Forestry untuk kegiatan operasionalnya.

Menurut Rudi, keberadaan permukiman dan kebun mayarakat dalam kawasan HTI berpotensi besar memunculkan konflik sosial. Ia memberi contoh, saat ini terjadi ketegangan antara masyarakat sekitar kawasan HTI dan perusahaan. Satuan pengamanan salah satu perusahaan di bawah Sinar Mas melarang warga membuka kebun dalam wilayah Desa Pemayungan, pertengahan Juli lalu. Pelarangan dilakukan karena kebun warga tumpang tindih dengan wilayah kerja LAJ. Akibatnya, satu warga ditahan Kepolisian Resor Tebo.

Tidak hanya di Pemayungan, potensi konflik sangat tinggi pada empat desa lainnya, seperti Muara Sekalo, Semambu, Suo-suo, dan Sungai Karang, yang wilayahnya berbatasan dengan area kerja LAJ. Empat desa ini sebelumnya masuk dalam kawasan hutan produksi eks HPH, namun telah dikeluarkan oleh pemerintah jauh sebelumnya.

Untuk mengatasi konflik antara masyarakat setempat dan perusahaan , menurut Rudi, pihaknya bersama 24 lembaga swadaya masyarakat nasional dan internasional telah melakukan advokasi berupa penolakan keberadaan LAJ dalam kawasan tersebut. Pihaknya juga tengah memproses pengajuan akan pengelolaan hutan desa bagi masyarakat Desa Pemayungan. Itu bertujuan agar masyarakat dapat tetap memperoleh mata pencaharian di sekitar hutan , namun dengan tetap menjaga hutan yang ada.

Anggota Jaringan Advokasi untuk Hutan Sumatera, Diki Kurniawan mengatakan kehadiran HTI di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh harusnya sudah dihentikan. Hal itu mengingat HTI yang diberikan pada hutan alam ini merusak ekosistem lanskap Bukit Tigapuluh dan merampas sumber kehidupan masyarakat sekitarnya. "Harusnya pemerintah dalam hal ini Kementrian Kehutanan, tidak lagi mengeluarkan izin HTI. Sudah terlalu banyak kerusakan ekologi yang terjadi akibat alih fungsi hutan, dan juga rawan konflik baik dengan masyarakat sekitar maupun dengan satwa," kata Diki.

Pada ekosistem Bukit Tigapuluh, ditemukan 59 jenis mamalia. Sebagian berstatus terancam punah seperti harimau sumatera, gajah sumatera, tapir melayu, siamang, dan kelinci Satwa lain yang juga ditemukan, macan dahan, babi hutan, burung rangkong, kuaw raja dan 192 jenis burung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com