Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Museum Trinil Butuh Perawat Fosil

Kompas.com - 12/05/2010, 19:23 WIB

Ngawi, Kompas - Museum Arkeologi Trinil di Kabupaten Ngawi yang sudah berdiri selama 19 tahun tidak punya tenaga konservasi dan perawat fosil. Akibatnya, banyak fosil tidak terawat sebagaimana mestinya.

Koordinator museum, Endro Waluyo, mengemukakan bahwa museum itu tidak pernah mendapatkan tenaga konservasi sejak berdiri pada 1991. Selama ini, tenaga konservasi kadang-kadang didatangkan dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan.

"Kalau ada fosil baru, biasanya kami mengundang dari Trowulan. Tetapi, tidak setiap ada temuan kami undang tenaga konservasi dari BP3 Trowulan," kata Endro, Selasa (11/5) di Ngawi.

Sehari-hari, fosil-fosil dibersihkan oleh tenaga biasa yang tidak mengerti cara-cara konservasi. Perawatan juga dilakukan hanya dengan membersihkan debu. "Sebenarnya kami butuh tenaga konservasi untuk merawat fosil-fosil itu," ujarnya.

Saat ini, sebagian fosil yang ditemukan disimpan di laboratorium sekaligus gudang. Sebagian lagi diletakkan di lantai kantor museum karena tidak ada tempat. Di lantai kantor antara lain ada fosil anak gajah purba (Stegodon trigonocephalus) yang hanya dialasi karpet. Menurut Endro, seharusnya ada perlakuan khusus untuk merawat fosil-fosil itu. Ruangan penyimpanan harus dibuat khusus.

Sebagian fosil berjamur karena disimpan di ruang terbuka. Pembersihan dengan cara biasa dikhawatirkan tidak bisa menghilangkan jamur-jamur dalam ukuran mikro.

Belum direkonstruksi

Salah seorang penjaga museum, Sujono, menyatakan saat ini ada sekitar 1.000 koleksi di gudang. Sebagian besar belum direkonstruksi atau dirawat lebih jauh. "Kami hanya memberi label untuk keperluan pencatatan saja," ujarnya.

Karena tidak disimpan dengan baik, sebagian koleksi hilang. Diduga, sebagian oknum pengunjung mencuri fosil-fosil itu. "Kami kesulitan mengontrol kalau pengunjung banyak. Tempat kunjungan sekaligus dijadikan tempat penyimpanan karena keterbatasan tempat," kata Sujono.

Pembangunan ruangan baru di sekitar museum tidak mudah dilakukan. Dalam radius 15 kilometer dari titik penggalian pertama oleh Eugene Dubois pada 1891 masih banyak ditemukan aneka fosil. Bahkan, sebagian fosil terlihat di lembah Bengawan Solo saat musim kemarau. "Kalau dibangun gedung baru, dikhawatirkan merusak situs," ujarnya.

Sujono mengatakan, karena alasan keterbatasan itu juga yang menyebabkan tidak semua fosil yang ditemukan disimpan di Museum Trinil. Fosil pertama yang ditemukan Dubois disimpan di Leiden, Belanda. Sementara fosil-fosil hasil penggalian oleh tim pimpinan almarhum Teuku Jacob disimpan di Yogyakarta.

"Di sana ada ahli, alat, dan ruangan untuk merawat fosil. Di sini semua itu tidak ada jadi hanya memajang duplikatnya," ucapnya. (RAZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com