Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fasilitas Buruk, Transmigran Keluar dari Lokasi

Kompas.com - 10/04/2010, 03:52 WIB

TERNATE, KOMPAS - Sebanyak sembilan keluarga yang terdiri dari 36 transmigran asal Jawa Barat hidup terkatung-katung di Ternate setelah keluar dari lokasi transmigrasi di daerah Fida, Halmahera Selatan, 16 Februari 2010. Lokasi transmigrasi mereka tinggalkan karena fasilitas yang diberikan pemerintah sangat buruk.

Para transmigran merupakan bagian dari 40 keluarga yang diberangkatkan dari Sukabumi, 5 Desember 2008, untuk menempati lokasi transmigrasi SP-6 di Fida.

Eka Setiawan (32), asal Kampung Cicurug, Sukabumi, mengatakan, banyak hal yang dijanjikan pemerintah tidak terealisasi. Sebagai contoh, di SP-6 tidak ada sekolah dan puskesmas sehingga anak-anak terpaksa putus sekolah dan transmigran kesulitan berobat saat sakit. Tanah seluas 2 hektar yang dijanjikan sebagai tempat bercocok tanam juga tidak ada. Begitu pula biaya untuk mengolah tanah Rp 300.000.

Sarana produksi pertanian, seperti bibit dan obat hama, yang diberikan tidak sesuai kebutuhan. Bahan kebutuhan pokok, seperti beras, ikan asin, dan garam, selain jumlahnya kurang, kualitasnya pun buruk. ”Untuk ke lokasi, kami harus jalan kaki dua hari dari ibu kota Kecamatan Fida. Di beberapa titik, jalan berlumpur dan banyak jurang. Kami juga harus melalui sungai berarus deras,” kata Yahya, transmigran asal Cikarang, Bekasi.

Saat pertama kali tiba di lokasi, mereka terkejut dengan kondisi rumah yang tidak layak huni. Kecewa atas situasi itu, mereka memutuskan untuk pergi. ”Banyak yang pulang ke Jawa. Di sana kini tersisa delapan keluarga,” kata Eka.

Di Ternate, 36 transmigran itu sempat tinggal di emperan toko sebelum tinggal di salah satu rumah indekos di kawasan Pelabuhan Bastiong tanpa harus membayar biaya indekos sampai punya uang. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka bekerja sebagai pemulung.

”Kami ikut transmigrasi untuk mengubah nasib karena sulit memperoleh uang di kampung. Namun, ikut transmigrasi justru memperburuk hidup kami,” kata Herman (40), warga Malangbong, Garut. Mereka ingin kembali ke kampung, tetapi tidak punya cukup ongkos.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ternate Yahya Mahmud menilai, telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah. LBH bersama lembaga swadaya masyarakat di Ternate akan menggugat pemerintah atas kejadian ini.

Juru bicara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Selatan Daud Jubedi membantah bahwa pemerintah menelantarkan para transmigran. Pemkab telah memberikan semua fasilitas, seperti tanah, rumah, dan barang kebutuhan pokok.

”Sekolah dan fasilitas kesehatan memang belum dibangun. Rencananya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan membangun tahun ini,” katanya.

Mengenai keinginan transmigran untuk pulang kampung, Daud mengatakan, pihaknya masih berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Maluku Utara serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com