Jambi, Kompas -
Pelaksana Tugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi Didy Wurjanto mengatakan, Sabtu (27/3), semakin banyak manusia yang memasuki baik kawasan penyangga maupun dalam kawasan taman nasional. Mereka membalak, merambah, mengambil getah jelutung, atau mencari ikan.
Padahal, kawasan itu masuk dalam ruang jelajah harimau sumatera. ”Harimau selalu melintasi kawasan yang kini mulai sering dimasuki warga,” ujarnya.
Hal itu terbukti dari hasil pemasangan 10 kamera jebak di lima lokasi dalam kawasan Taman Nasional Berbak (TNB) sejak akhir tahun 2009. Kamera merekam ada tujuh harimau sumatera melintasi jalur-jalur itu. Diduga, ada lebih banyak lagi jumlah harimau sumatera pada kawasan itu.
Menurut Didy, aktivitas manusia dalam hutan yang merupakan ruang jelajah harimau sumatera perlu dikurangi. Hal ini agar konflik kedua pihak dapat ditekan. ”Kalau aktivitas manusia cukup tinggi dalam hutan, satwa mangsa akan banyak menghindar. Harimau menjadi kesulitan mendapatkan satwa mangsa sehingga menjadi agresif terhadap manusia,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, seorang yang diduga pembalak, Darmilus (25), tewas diterkam harimau sumatera, Minggu. Dia bersama enam rekannya membangun pondokan kecil di pinggir kawasan TNB. Sekitar pukul 23.30, seekor harimau mendekati Darmilus yang tengah beristirahat di depan pondok, lalu menerkamnya hingga tewas, dan menyeret tubuhnya menjauh dari pondok. Tubuh Darmilus baru ditemukan warga Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi, yang berdekatan dengan TNB, Senin pagi. Tubuhnya tercabik-cabik dan kepalanya hancur.
Peristiwa manusia diterkam harimau di pinggir TNB merupakan yang kedua kalinya terjadi selama Maret 2010. Pada Februari-Maret 2009, ada 11 warga tewas diterkam harimau saat memasuki kawasan hutan produksi di Kecamatan Sungai Gelam, Muaro Jambi. Sebagian besar korban adalah pembalak liar.
Co-Project Manager Zoological Society of London Indonesia Project Dolly Priatna berpendapat, aktivitas manusia dalam hutan sebagai salah satu faktor penyebab meningkatnya konflik antara harimau dan manusia. Hal lain diduga sumber makanan bagi harimau kian berkurang pada musim hujan seperti sekarang.
Peningkatan ketinggian air dalam kawasan gambut itu membuat satwa mangsa meninggalkan wilayah tepi sungai dan berkonsentrasi pada kawasan lebih tinggi. Di sisi lain, harimau juga lebih memilih wilayah yang kering. ”Pergerakan harimau menjadi terbatas. Harimau harus mencari sumber makanan lain untuk bertahan hidup,” ujarnya.
Maraknya aktivitas manusia dalam hutan mendorong satwa mangsa menyingkir. ”Satwa mangsa, seperti babi hutan atau rusa, pasti menyingkir kalau di hutan itu ada banyak manusia. Harimau jadi kehilangan satwa mangsanya,” tutur Dolly.