KOMPAS.com — Awal Januari 2009. Sebuah iklan di koran lokal berisi kisah penindasan di Palestina yang diikuti pendaftaran calon mujahidin membakar semangat Baili (24), santri dari Dayah, pesantren di Blang Pidie, Aceh Barat Daya, Nanggroe Aceh Darussalam.
Anak keenam dari delapan bersaudara dari Desa Alue Bilie, Nagan Raya, ini segera menuju ke Banda Aceh untuk mendaftarkan diri. "Saya ingin membantu Palestina yang ditindas. Tetapi, saya miskin, hanya bisa berjihad dengan tenaga," ujar Baili mengisahkan alasannya mendaftar sebagai relawan ke Palestina yang diprakarsai Front Pembela Islam (FPI) itu.
"Dari 400-an pendaftar dari seluruh Aceh, dipilih 125 orang. Baili termasuk yang terpilih," kata Yusuf Al Qardhawi, Ketua FPI wilayah NAD.
Baili berkenalan dengan Munir alias Abu Rimba (25), anak desa dari Lamtamot, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, yang juga lolos seleksi. Munir juga berasal dari keluarga miskin. Mereka sama-sama menjadi saksi perang Aceh. "Saya dulu simpatisan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun, karena masih terlalu kecil, akhirnya belajar di Dayah dulu," kata Baili.
Kepada teman-temannya, Abu Rimba mengaku sebagai mantan anggota GAM Gajah Keng, GAM di wilayah Aceh Besar. Beberapa kali ia membanggakan bahwa dirinya mahir menggunakan senjata AK-47, senjata api yang biasa dipakai GAM kala itu. Namun, mantan Panglima GAM Gajah Keng Tajudin (35) menjelaskan, nama Munir alias Abu Rimba tak terdaftar. "Mungkin dia mengaku GAM biar dianggap hebat," ujarnya.
Untuk tahap awal, 15 dari 125 relawan yang terpilih dikirim ke Dayah Darul Mujahidin, Gampong Blang We Panjoe, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Dayah itu dipimpin Teungku Muslim Attahiri, ulama yang dikenal amat bersemangat menyerukan syariat Islam di Serambi Mekkah. Bersama santrinya, mereka gencar melakukan razia di jalanan untuk mencari pelanggar Qanun (Peraturan Daerah) Syariat Islam.
Selama empat hari, 15 orang itu mendapat pelatihan paramiliter, termasuk pengenalan senjata api. Seorang pelatihnya adalah Sofyan Tsauri, mantan anggota kepolisian yang ditangkap pekan lalu karena diduga terlibat dalam terorisme.
Dari Aceh Utara, 15 orang kemudian dikirim ke Markas Pusat FPI di Jakarta. Di sana mereka kembali dilatih paramiliter. "Saya disiapkan menjadi tenaga medik. Diajari obat-obatan dan bela diri, tetapi tidak memakai senjata api," ungkap Baili.
Di sela-sela pelatihan itulah, Baili dan kawan-kawannya, termasuk Abu Rimba, beberapa kali diundang ke rumah Sofyan di Depok. Akhirnya, ujar Yusuf, FPI batal mengirimkan relawan yang dilatih, termasuk yang berasal dari Aceh, ke Palestina.
Setelah masa pelatihannya dengan FPI berakhir, Baili dan beberapa kawannya didekati Sofyan kembali. ”Dia mengajak untuk berjihad di Indonesia,” kata Baili.