Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gajah Keraton, Simbol yang Hilang

Kompas.com - 24/02/2010, 14:17 WIB

"Gajah itu lambang kebijaksanaan sehingga bisa memberi wacana kepada  Sultan untuk lebih bijaksana dalam memutuskan sesuatu," ujar GBPH Yudhaningrat.

Adik Sultan Hamengku Buwono X itu sedang prihatin. Kandang gajah di Alun-alun Selatan itu tak pernah kosong sejak Keraton Yogyakarta berdiri.

Kepergian dua ekor gajah itu menjadi semacam tonggak penting bahwa  simbol-simbol binatang kian menjauh dari lingkaran dalam kehidupan
keraton.  

Gajah-gajah keraton sudah meninggalkan Bangsal Gajahan di Alun-alun Selatan. Dua gajah, Nyai Argo dan Kyai Gilang, telah dititipkan di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka sejak dua bulan terakhir. Dua gajah itu kini bercampur dengan gajah-gajah lain. Kepergian kedua gajah terkait perawatan dan pemeliharaan yang  menyedot ongkos. Namun, tak diketahui ongkos yang dibutuhkan selama
ini.

Yang jelas, warga tak bisa lagi membawa anak-anak singgah di Alun-alun Selatan sekadar melihat dua gajah dari kejauhan. Kandang sudah bersih, menyisakan ruang kosong.  

Anak pawang gajah keraton, Febri (8), mengaku, Bangsal Gajahan  terasa sepi. Febri mulai merindukan sepasang gajah yang biasanya
menjadi teman bermainnya itu. Anak-anak sebayanya tak bisa  menunggang gajah di hari Minggu pagi dengan ongkos Rp 3.000 per anak.

Tak hanya gajah, Yudhaningrat yang adalah Manggoloyudho atau  Panglima Perang Keraton Yogyakarta itu juga menyayangkan menyusutnya  jumlah kuda di lingkungan keraton. Sultan HB X hanya memiliki satu ekor kuda putih. Kuda, menurut Yudhaningrat, merupakan simbol keperkasaan dan kekuatan seorang raja.


Di samping kaya simbol, kehadiran binatang-binatang itu sebenarnya menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Dulu, ketika Alun-alun Selatan masih sepi, gajah-gajah bisa mendongkrak minat masyarakat menengok alun-alun. Kuda juga menjadi pelengkap daya  tarik di Istal Keraton, yang terletak berdampingan dengan Museum Kereta.

Simbol melekat

Simbol binatang sejatinya sangat lekat dengan kehidupan manusia Jawa sejak dulu kala. Pada masa Kerajaan Hindu dan Buddha, ragam binatang telah digunakan untuk beragam pemaknaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com