Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meruwat Mata Air Kehidupan

Kompas.com - 20/12/2009, 06:19 WIB

KOMPAS.com - Hutan Bambu di kaki Gunung Semeru itu layaknya rahim kehidupan bagi warga Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Di tengah areal pohon bambu seluas 13 hektar tersebut, sebuah mata air tak henti-hentinya ”melahirkan” sumber kehidupan bagi warga, air yang mahabening.

Setiap 1 Suro (1 Muharam) warga Desa Sumbermujur menggelar Maheso Suroan, sebuah ruwatan mata air dengan simbol mengubur kepala kerbau di tanah sekitar mata air. Ini merupakan tradisi turun-temurun warga desa.

”Kerbau adalah hewan yang kencingnya banyak. Dengan mengubur kepala kerbau di sekitar mata air, kami berharap mata air ini selalu mengalirkan air bening yang melimpah ruah seperti kencing kerbau,” kata Herry Gunawan, Ketua Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam (KPSA) Kalijambe, menjelaskan.

Tahun ini, 1 Suro jatuh pada tanggal 18 Desember. Namun, karena bertepatan dengan hari Jumat, warga mengajukan pelaksanaan ruwatan menjadi Kamis lalu.

Acara didahului dengan prosesi di Balai Desa Sumbermujur. Lima gunungan dan lima pikulan berisi hasil bumi, dihimpun di halaman balai desa. Kesenian kuda lumping dan reog ponorogo didatangkan untuk menyemarakkan acara.

Sebuah kepala sapi diletakkan di atas pikulan bambu menjadi sarana utama upacara. Kepala sapi menjadi alternatif saat ini karena kepala kerbau sulit didapatkan.

Setelah reog ponorogo menuntaskan tugasnya, warga desa beriringan mengusung pikulan-pikulan tersebut. Dari balai desa mereka berjalan menuju hutan bambu yang jaraknya sekitar dua kilometer.

Di lokasi sekitar mata air, sebagian warga desa lainnya telah berkumpul. Mereka membawa barikan yang diletakkan rapi di sekitar mata air. Barikan adalah makanan; biasanya berupa nasi dan telur ayam goreng yang akan dijadikan santapan makanan bersama setelah upacara selesai.

Setiba di hutan bambu, pikulan hasil bumi dan kepala sapi langsung diletakkan di dekat mata air. Sementara itu, seorang dukun desa membakar seikat sabut kelapa dan merapalkan mantra.

Ratusan warga, mulai dari anak-anak sekolah dasar, remaja, hingga orang tua, antusias mengikuti upacara tersebut. Begitu sang dukun selesai dengan mantranya, warga langsung berebut mengambil hasil bumi dari pikulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com