Banjarmasin, Kompas
Sugiyana, salah satu transmigran UPT Sungaipinang, Kamis (12/11), mengatakan, kasus pengambilalihan lahan usaha itu sudah dilaporkan kepada DPRD Tanah Laut di Pelaihari, ibu kota Kabupaten Tanah Laut, Rabu lalu. ”Kami meminta penyelesaian masalah itu. Kami datang ke lokasi transmigrasi tersebut karena program pemerintah. Masalah tanah yang disediakan untuk kami juga menjadi urusan pemerintah,” katanya.
Yang membuat transmigran ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa, kata Sugiyana, sekelompok warga itu melarang transmigran bercocok tanam di lahan tersebut.
Di UPT Sungaipinang, saat ini ada 100 keluarga. Sebanyak 25 keluarga di antaranya berasal dari Yogyakarta, 25 keluarga dari Bondowoso, dan 50 keluarga lainnya adalah penduduk lokal. Mereka masing-masing menerima lahan 1,5 hektar untuk rumah, pekarangan, dan lahan usaha.
Kebanyakan, lahan yang diambil alih warga itu adalah lahan usaha seluas 1 hektar. ”Ada juga satu rumah beserta pekarangannya yang juga diklaim sehingga transmigran itu terpaksa mengungsi ke desa terdekat dan meminjam tanah untuk bercocok tanam,” kata Sugiyana.
Ketua Komisi II DPRD Tanah Laut Oman Zaini Rusmana, menurut Sugiyana, berjanji segera memanggil pihak-pihak terkait. ”Kami berharap masalah itu bisa diselesaikan secepatnya,” katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial Tanah Laut I Ketut Ardika Suyatna, yang dihubungi terpisah, mengatakan, pengambilalihan lahan usaha tani di UPT Sungaipinang itu semestinya tidak terjadi. Sebab, sebelum transmigran ditempatkan di sana, legalisasi status tanah sudah diselesaikan pihak desa setempat sebelum diserahkan kepada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.(FUL)