PADANG, KOMPAS.com-Penanganan gempa yang mengguncang Sumatera Barat dan Jawa Barat dinilai tidak sistematis. Akibatnya, proses evakuasi terhadap korban lambat, distribusi bantuan tidak merata, daerah terisolasi tak tersentuh, data korban simpang siur, dan sejumlah persoalan lainnya.
Berbagai kelemahan ini antara lain karena kepala daerah yang seharusnya juga selaku pemegang kekuasaan dan komando tertinggi di daerah tidak pernah dilatih manajemen bencana, baik prabencana, tanggap darurat (ketika bencana terjadi), maupun pascabencana. Kebijakan kepala daerah lebih bersifat reaktif dan tidak berdasarkan pada pengetahuan manajerial bencana.
Untuk tanggap darurat, misalnya, kepala daerah tidak pernah dilatih soal prosedur distribusi bantuan, prosedur evakuasi korban, penanganan pengungsi, penanganan kesehatan korban, koordinasi antarinstansi, dan lainnya.
”Faktanya, koordinasi masih lemah,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia Faisal Djalal hari Minggu (11/10). Hingga kemarin, masih ada daerah di Sumatera Barat yang warganya mengeluh kekurangan bantuan.
Koordinator Tim Kesehatan Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam menuturkan, saat timnya masuk ke Padang Pariaman pada hari kedua setelah gempa, tak ada koordinator penanganan bencana. Sukarelawan berinisiatif sendiri. ”Kami rapat sendiri, lalu bagi-bagi tugas sendiri,” kata Ari.
Bersama sukarelawan lain, mereka mengandalkan pengalaman saat menangani korban gempa di Aceh dan Yogyakarta.
Menurut Faisal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana perlu mulai mengembangkan kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia dan pemerintah daerah. Kekuatan militer terbukti efektif untuk penanganan pascagempa, sedangkan pemerintah daerah perlu disiapkan untuk mengantisipasi pengurangan risiko bencana. ”Ini yang masih kurang. Perlu ada rencana kedaruratan hingga tingkat daerah paling kecil,” katanya.
Akan tetapi, Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi dalam kesempatan terpisah berpendapat lain. Ia menyatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa menilai baik penanganan gempa di Sumatera Barat. ”Kalau Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menilai baik, kenapa masih ada pemberitaan yang mengatakan distribusi bantuan kacau?” ujar Gamawan.
Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah juga membantah penilaian yang menuding bahwa distribusi bantuan kacau. Distribusi bantuan dari provinsi ke kabupaten/kota berjalan baik. ”Untuk daerah tak terjangkau, bantuan diangkut dengan helikopter,” katanya.
Tak pernah dilatih
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang daerahnya juga diguncang gempa menyatakan, pihaknya tidak pernah sekali pun dilatih manajemen bencana. Akibatnya, ketika terjadi gempa bumi yang berpusat di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, awal September lalu, penanggulangan bencana terhambat karena kepanikan dan ketidaksiapan aparat di lapangan. Penanggulangan saat itu lebih banyak didasarkan pada upaya reaktif semata, dengan tujuan utama menolong korban dan meringankan penderitaan masyarakat.