Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampung Jamu Kiringan Perlu Segera Regenerasi

Kompas.com - 01/04/2009, 19:17 WIB

KOMPAS.com - Jika regenerasi tak cepat dilakukan, Dusun Kiringan, Canden, Jetis, Bantul, beberapa tahun ke depan bisa saja tak lagi menyandang predikat kampung jamu.

Saat ini, dari 250-an keluarga di Kiringan, 118 ibu berprofesi sebagai bakul jamu di Kiringan. Mereka yang tergabung dalam Koperasi Seruni Putih ini, semuanya para ibu dengan usia 30-60 tahun. Hanya terdapat 15 orang yang usianya 25-30 orang.

Minat generasi muda menggeluti jamu, seperti kata Umi Muslimah (36), ketua koperasi, belum terlihat. Anak-anak muda masih gengsi. Bakul jamu yang usianya muda, melirik profesi ini karena setelah menikah, terpaksa membantu perekonomian keluarga, katanya, Rabu (1/4).

Faktor ekonomi memang alasan kuat, mengingat mayoritas suami bakul-bakul jamu ini bekerja dengan gaji pas-pasan. Partilah yang hanya lulusan SD ini bisa dibilang justru berpenghasilan lebih stabil ketimbang suaminya yang sebagai buruh bangunan. Sehari, paling tidak ia bisa mengantongi keuntungan bersih Rp 50.000.

Namun, potensi ini tetap belum terlirik generasi muda. Dua anak perempuan Partilah (49), salah satu bakul jamu, belum tertarik. Demikian juga Siti (25), anak perempuan Wiji (50). "Belum, lah. Nanti... ," begitu jawab Siti ketika ditanya. Padahal dia sebenarnya bisa meramu jamu.

Umi menyebut, regenerasi harus cepat dilakukan agar profesi turun-temurun ini tidak terputus. Namun diakui, jamu tidak ngetren bagi anak muda yang masih gengsian. Jika sudah kepepet, baru lah profesi ini diambil. Mengajak orang untuk rutin minum jamu saja sulit, apalagi mengajak untuk membuat jamu yang prosesnya butuh ketelatenan, ditambah harus berjualan keliling dusun.

Padahal, potensi jualan jamu lumayan. "Kalau saya muter, jamu pasti habis. Pelanggan pasti sudah menunggu, kok Mbak Wiji belum nongol. Hahaha... ," ujar Wiji, Rabu (1/4). Satu gelas jamu dijual Rp 1.500-Rp 2.500.

Wiji melakoni profesi sebagai pembuat sekaligus penjual jamu sejak hampir 40 tahun lalu. Dia mewarisi keahlian meramu jamu dari ibunya. Eyangnya pun, dulu juga pembuat dan penjual jamu. Jika dikira-kira, berarti eyangnya sudah berjualan jamu sejak sebelum kemerdekaan.

Saking terkenalnya, menurut Partilah , banyak pelanggan percaya total akan rasa dan kualitas ramuan dari para pembuat jamu di Kiringan. Tapi memang jamunya dijamin enak. Sehingga sebagian bakul jamu di sana pun, cukup beredar di wilayah Bantul.

Wiji, dengan sepeda onthelnya, bisa membawa 15 liter jamu, bekeliling ke sejumlah dusun di Jetis. Sedangkan Partilah, yang merasa berat untuk membawa 20 liter jamu, beberapa bulan ini berkeliling dengan motor. "Biar cepat," ujar Partilah.

Partilah biasanya berangkat pukul 08.30 dan pulang pukul 18.00. Namun aktivitas meramu jamu sudah dimulai subuh, sekitar pukul 03.00. Biasanya ia dibantu suami dan anaknya mengupas bahan-bahan dan mengahuskannya. Urusan jualan, sendirian.

Menikmati jamu bikinan merak, harus sedikit bersabar. Mereka tidak membawa jamu siap saji alias langsung tuang dari botol, karena meramu dulu bahan-bahannya. Partilah menyebut, jamu lebih segar jika bahan-bahan diramu (dijur) sebelum diminum.

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com