Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Normal, Pengelepasan Aset Pemkab Blitar

Kompas.com - 24/03/2009, 03:43 WIB

BLITAR, KOMPAS.com - Kalangan DPRD Kabupaten Blitar, Jawa Timur menilai penglepasan aset tanah seluas dua hektare milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar di Desa Jatilenger, Kecamatan Ponggok dinilai tidak prosedural.
   
"Penglepasan aset tanah pemkab tidak bisa hanya menggunakan perjanjian kerja sama (MoU). Namun, pelepasan itu harusnya disertai dengan  pembelian atau diganti lahan lain (tukar guling)," kata Wakil Ketua Komisi A, DPRD Kabupaten Blitar, Endar Soeparno, di Blitar, Senin (23/3).
   
Menurut dia, pelepasan aset tersebut telah menyalahi aturan yang diputuskan berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) APBD 2008, yang seharusnya pelepasan aset harus ada persyaratan khusus.
   
Endar menjelaskan, dalam pelepasan aset pemkab tidak bisa semata-mata langsung menyerahkan pada pengembang bersangkutan, namun harus melalui lembaga BUMD.
   
Kini, aset tanah yang diberikan pada pengembang perumahan PT Bina Peri Permai, Malang, tersebut masih menjadi masalah. Dewan, berencana mengkaji ulang pelepasan aset tersebut dengan membentuk panitia khusus.
   
"Kami sepakat membentuk pansus untuk mengkaji ulang persyaratan. Kami juga akan mendatangkan staf Depdagri untuk memastikan kebenaran prosedur yang benar," katanya mengungkapkan.
   
Pelepasan aset tanah seluas dua hektare milik Pemkab Blitar kepada PT Bina Permai, Malang yang dilakukan tahun 2008 lalu, dan hingga kini masih menjadi masalah, terutama administrasi, dengan ketidakjelasan MoU. Bahkan, Ketua DPRD Kabupaten Blitar M. Taufich telah mencabut izin persetujuan tersebut.
    
Tanah yang berada di dekat kantung lahar, tepatnya Sungai Badak tersebut awalnya dikelola Dinas Pengairan Kabupaten Blitar. Namun, sejak tahun 2002 lalu, statusnya diubah menjadi milik pemkab.
   
Oleh pemkab, tanah tersebut dimanfaatkan dengan menggandeng pihak ketiga, PT Bina Sari Permai, Malang dengan membangun 150 perumahan dan 15 rumah toko (ruko) dengan kompensasi senilai Rp 1,3 miliar, dengan perincian untuk tanah dihargai Rp 840 juta, dan sisanya Rp 460 hasil penjualan.
   
Namun, dewan keberatan, karena perjanjian tersebut hanyalah menggunakan sistem kerja sama. Dewan menilai, seharusnya tanah tersebut dijual atau tukar guling, agar tidak terjadi salah administrasi.
   
Sementara itu, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Pemerintah Kabupaten Blitar, Totok Subandono mengatakan, pihaknya bakal meninjau kembali pelepasan dan pemanfaatan aset tersebut. "Kami akan meninjau kembali kesepakatan tersebut. Karena, kami menilai tanah itu lebih produktif sekarang dibanding sebelumnya. Kami berharap, nantinya tidak ada masalah," kata Totok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com