Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ajaib, Pelor Bulat Itu Kini Jadi Lonjong

Kompas.com - 10/03/2009, 11:52 WIB

BANYUMAS - Ribuan orang dari berbagai daerah mengikuti prosesi penjamasan (penyucian) pusaka peninggalan Sunan Amangkurat I yang tersimpan di Langgar Jimat Kalisalak, Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Selasa (10/3).
     
Jamasan pusaka peninggalan Sunan Amangkurat I yang merupakan ritual tahunan dalam rangkaian Peringatan Nabi Muhammad SAW, memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Tidak hanya dari prosesinya tetapi juga keanehan yang muncul pascaprosesi.
    
Keanehan-keanehan tersebut diyakini masyarakat sebagai perlambang atau ramalan yang bakal terjadi dalam kurun waktu satu tahun ke depan.
     
Seorang warga Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, Slamet mengaku rutin mengikuti ritual jamasan untuk sekadar melihat keanehan yang muncul.
     
"Dalam jamasan tahun 2008, mata uang Belanda yang tersimpan dalam langgar ternyata menghilang, sedangkan mata uang lainnya tampak kusam. Padahal saat jamasan 2007, tampak berkilau," katanya.
     
Menurut Slamet, setelah dikaitkan dengan kondisi saat ini, ternyata keanehan yang muncul saat itu sebagai perlambang terjadinya krisis finansial global.
     
Ia mengatakan, keanehan-keanehan lain sering kali muncul dalam jamasan tahun-tahun sebelumnya dan sering kali berkaitan dengan sesuatu peristiwa yang terjadi pada tahun berikutnya.
     
Mengenai keanehan yang muncul tersebut, menurut Ketua Panitia Jamasan Langgar Jimat Kalisalak, Ilham Triyono, biasanya terlihat dari jumlah maupun tampilan dari benda pusaka yang dijamas.
     
Selain itu, kata Ilham Triyono , mata uang Hindia Belanda yang tahun lalu ada, pada penjamasan kali ini menghilang dan mata uang lainnya yang tahun lalu tampak berkilau, kali ini tampak kusam.
     
"Pada tahun 1976 terdapat 73 jenis jimat, tahun 2005 menjadi 74 jenis karena kemunculan keropak bertuliskan huruf Jawa. Namun pada tahun 2006, kembali menjadi 73 jenis karena keropak tersebut menghilang dan tahun 2007 jumlahnya 74 jenis lagi karena munculnya sebuah batu granit," katanya.
     
Prosesi penjamasan tersebut diawali dengan dengan mengeluarkan benda-benda pusaka yang dibungkus dengan kain (kantong) dari dalam langgar atau surau kecil dipimpin juru kunci.
     
Seluruh benda terutama yang terbuat dari logam dicuci menggunakan air jeruk bayi. Setelah selesai dijamas, seluruh pusaka dimasukkan ke dalam kantongnya yang baru.
     
Sementara itu, dalam penghitungan benda-benda tersebut terdapat beberapa perubahan antara lain berupa bentuk, warna, dan jumlah.
     
Salah satu benda yang berubah bentuk yakni pelor (peluru). Saat penjamasan 2008 berbentuk bulat, sekarang menjadi lonjong.
     
Selain itu tempat benda-benda tersebut yang dikenal dengan sebutan piti, dalam jamasan kali ini tampak lebih baru. Bahkan, ada satu piti yang anyaman bambunya lebih besar padahal belum pernah diganti.
     
Benda lainnya yang berubah tampilan yakni wungkal (pengasah pisau) yang sebelumya tampak kusam, kini menjadi berkilau.
     
Sementara mata uang kuno yang semula berjumlah 58 keping dan diikat, kini hanya 49 keping tanpa ada yang terikat.
     
Selain benda-benda tersebut, sejumlah benda lainnya juga mengalami perubahan bentuk dan jumlah antara lain tulisan dalam keropak daun lontar, kitab bertuliskan huruf Arab, dan alat musik terbang.
     
"Perubahan ini bukanlah ramalan. Silakan ditafsirkan sendiri maknanya," kata Ilham.
     
Sementara itu Kepala Desa Kalisalak, Bambang Setiadi menafsirkan, perubahan tersebut sebagai perlambang dampak krisis finansial global masih terasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com