Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trans-Kalimantan, Dilema Sebuah Jalan

Kompas.com - 27/02/2009, 04:14 WIB
 
 

Ahmad Arif dan Haryo Damardono

Sungai adalah sejarah Kalimantan yang ditinggalkan. Dan jalan darat menjadi tumpuan untuk masa depan. Menyusuri jarak 3.195 kilometer, perjalanan ini adalah untuk melongok masa depan itu.

Masa depan yang awalnya dirajut oleh perusahaan kayu dengan menghancurkan hutan hujan tropis ini menyisakan jejak jalan yang mengular. Itulah jalan trans-Kalimantan.

Dari Kampung Sungai Ular, titik darat terujung di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia, perjalanan menjelajahi trans-Kalimantan poros selatan dimulai, Kamis (5/2).

Di beranda negeri itu, kami bertemu keluarga Solle (35) di rumahnya yang dikepung kebun sawit milik pengusaha Malaysia, perkebunan yang disemai di lahan bekas hutan yang dibabat lima tahun lalu.

Di depan rumah itu terpancang dua pengumuman, papan kecil menyebutkan tanah itu milik Solle, sedangkan yang lebih besar menyebutkan tanah itu milik perusahaan sawit.

”Tiga hari lalu bayi saya lahir. Saya sendirian membantu kelahiran. Tak ada bidan di sini,” kata Solle yang memotong sendiri tali plasenta bayinya. Kota terdekat adalah Nunukan yang harus ditempuh dengan perahu selama lebih dari satu jam dan berbiaya sewa Rp 1 juta. Atau, tujuh jam bermobil menuju Kota Malinau melalui jalan hancur yang hanya bisa ditempuh oleh mobil gardan ganda.

Keterisolasian identik dengan desa-desa yang berdekatan dengan Sungai Ular, seperti Kanduangan dan Simanggaris. Sulitnya akses membuat mahal harga barang. Warga bergantung pada pasokan barang dari Sabah yang jaraknya lebih dekat.

Melewati jalan mirip kubangan kerbau, kami tiba di ibu kota Kabupaten Malinau. Kemegahan kantor bupati dan gedung DPRD kontras dengan rumah-rumah warga yang lapuk. Gedung pemerintahan yang megah, seperti di Malinau, merupakan pemandangan yang selalu dijumpai di sepanjang jalan hingga ke Kalimantan Barat.

Kami melintasi jalan baru itu. Lapang dan mulus, berujung persis di depan Kantor Bupati Malinau. Selebihnya, perjalanan menuju Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, harus melalui jalan tanah yang hancur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com