Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Tambang Pasir Besi, Petani Kulon Progo Surati Menneg LH

Kompas.com - 22/02/2009, 14:51 WIB

WATES, MINGGU — Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo berencana mengirim surat kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar untuk membatalkan kontrak karya PT Jogja Magasa Iron terkait rencana penambangan pasir besi. Petani akan memaparkan bukti-bukti bahwa usaha yang mereka lakukan jauh lebih ramah lingkungan daripada kegiatan tambang.

Koordinator Lapangan Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Widodo mengatakan, surat segera dikirim setelah PPLP selesai mengumpulkan data dan fakta mengenai pertanian lahan pantai. Inventarisasi data itu sudah dilakukan sejak akhir 2008 dan akan selesai beberapa hari lagi.

Data tersebut akan mencakup luas lahan pertanian yang akan terancam pertambangan, jumlah warga yang berpotensi kehilangan pekerjaan, serta jumlah rumah yang kemungkinan terkena ancaman penggusuran oleh pihak penambang. Data yang dimiliki pemerintah dan penambang masih dianggap belum sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.

"Kami memang belum menentukan tanggal pengiriman surat karena kami lebih mementingkan kualitas dan kesahihan data yang akan kami ajukan. Namun, kami pasti akan menyurati Menteri Lingkungan Hidup," kata Widodo dalam acara doa bersama warga PPLP di Masjid Al-Mutaqien, Dusun Siliran, Desa Karangsewu, Galur, Minggu (22/2).

Mekanisme pengiriman surat tersebut, lanjut Anggota PPLP Sapar, diserahkan kepada kuasa hukum PPLP, yakni Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta. "Kami akan berupaya sekuat tenaga dalam bentuk fisik atau apa pun agar rencana penambangan pasir besi di pesisir Kulon Progo digagalkan," ujarnya yang diiyakan oleh sejumlah anggota PPLP lain.

Upaya petani tersebut mendapat dukungan dari ahli tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Djafar Shiddieq. Beberapa waktu lalu, Djafar bersama sejumlah pakar pertanian bahkan sudah melakukan penelitian di pesisir pantai Kulon Progo. "Hasil penelitian kami memperlihatkan bahwa sistem pertanian yang dilakukan petani tidak hanya menguntungkan, tapi juga ramah lingkungan karena menggunakan bahan-bahan organik. Saya pesimistis penambang bisa melakukan apa yang telah dilakukan petani," katanya.

Dari hasil penelitian Djafar terungkap bahwa penanaman cabai merah di lahan 0,1 hektar saja memberikan pendapatan lebih dari Rp 10 juta per musim. Sementara untuk komoditas sayuran, bawang merah, dan semangka yang ditanam di atas luas lahan yang sama rata-rata mampu memberi keuntungan Rp 1 juta hingga Rp 5 juta per musim.

Hasil pertanian tersebut, apabila digarap secara lebih serius dan diberi sentuhan teknologi akan berkembang hingga dua kali lipat. Salah satu jenis teknologi pertanian yang akan dikembangkan adalah dengan menambahkan materi padat bentonit pada kedalaman tanah 15 cm sehingga sistem perakaran tanaman mendapat cukup unsur hara dan kelembabannya terjaga.

"Sifat materi bentonit adalah tidak mudah tembus air. Dengan begitu, tanaman bisa tumbuh lebih optimal dan mampu berproduksi lebih banyak," tegas Djafar.

Secara matematis, dengan penambahan materi bentonit, petani mampu mendapatkan penghasilan hingga Rp 136 juta per tahun untuk setiap hektar tanah. Jika upaya ini dioptimalkan oleh pemerintah daerah pada 2.987 hektar lahan pasir yang akan ditambang, maka potensi pendapatan daerah bisa mencapai lebih dari Rp 400 miliar per tahun.

Selain itu, pertanian di lahan pantai terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap keberadaan gumuk pasir yang menjadi cagar alam khas pesisir Jawa. Sebaliknya, apabila penambangan jadi dilakukan, maka gumuk yang juga berfungsi sebagai peredam tsunami dikhawatirkan musnah.

Sampai saat ini, rencana penambangan pasir besi belum memperlihatkan kemajuan berarti. PT Jogja Magasa Iron selaku penambang masih harus menyiapkan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sebelum bisa mengekstrak bijih besi dari pasir pantai Kulon Progo. Penyusunan amdal ini pun tidak mudah karena penambang harus mematuhi standar nasional dan internasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com