Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waduk Rawapening Butuh Otorita Khusus

Kompas.com - 12/09/2008, 14:38 WIB

SALATIGA, KOMPAS - Kompleksnya persoalan di Rawapening, Kabupaten Semarang, membuat penanganan waduk ini harus berada dalam naungan otorita khusus bentukan pemerintah pusat. Laju sedimentasi dan pertumbuhan eceng gondok sudah mengancam ekologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar Rawapening.

Doktor Sutarwi mengutarakan hal tersebut saat mempertahankan disertasinya yang berjudul "Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air Danau dan Peran Kelembagaan Informal: Menggugat Peran Negara atas Hilangnya Nilai Ngepen dan Wening dalam Pengelolaan Danau Rawapening di Jawa Tengah" dalam ujian terbuka di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Kamis (11/9).

"Badan ini memiliki kewenangan yang kuat dan langsung berada di bawah Presiden atau Menteri Pekerjaan Umum karena model saat ini dengan lintas sektoral dan hanya dikoordinasikan oleh Bappeda, tidak efektif. Hasilnya, persoalan Rawapening semakin memusingkan," katanya. Indikator pembangunan

Menurut Sutarwi, Rawapening sudah tidak lagi mampu memenuhi indikator pembangunan berkelanjutan, baik dari sisi ekonomi, ekologi, sosial, maupun institusional. Pertumbuhan ekonomi kawasan Rawapening rata-rata 5,98 per tahun, masih di bawah pertumbuhan Kabupaten Semarang 7,89 persen per tahun.

Jumlah keluarga miskin mencapai 25,24 persen dari jumlah penduduk 64.473 jiwa yang 48 persen tidak sekolah dan tidak tamat sekolah dasar.

Dari sisi ekologi, kapasitas waduk ini menurun dari 65 juta meter kubik tahun 1976 menjadi tinggal 49,9 juta meter kubik tahun 2004. Kondisi ini akibat sedimentasi yang terus naik dan pertumbuhan eceng gondok. Sedimentasi tahun 1993 masih berkisar 133,7 meter kubik, naik menjadi 149,2 meter kubik per tahun. Tutupan eceng gondok naik dari 460 hektar menjadi 613 hektar pada tahun 2004. "Ngepen" dan "wening"

Sutarwi menegaskan, kegagalan pemerintah pusat dalam pengelolaan Rawapening tidak terlepas dari ditinggalkannya nilai kearifan lokal ngepen (sungguh-sungguh) dan wening (transparan) oleh masyarakat maupun pemerintah. Padahal, kedua nilai ini sudah sejak lama dimiliki oleh masyarakat sekitar Rawapening.

"Hilangnya nilai ngepen dapat dilihat dari minimnya komitmen konservasi oleh pemerintah, begitu pula dengan upaya peningkatan ekonomi masyarakat sekitar Rawapening. Hilangnya wening terlihat dari ego sektoral dan kewilayahan, maupun hubungan tak harmonis antara petani dengan PLTA," kata pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini. (GAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com